PajakOnlineĀ | Para pemilik aset kripto harus melaporkan hartanya tersebut dalam Surat Pemberitahunan Tahunan atau SPT.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024 diatur Peralihan fungsi pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sejak 1 Agustus 2025 Pemerintah resmi memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto (PMK 50/2025).
Diterbitkannya PMK 50/2025 sesuai pemberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Sejak berlakunya (UU P2SK) aset kripto tidak lagi dikategorikan sebagai komoditi melainkan termasuk bagian dari aset keuangan digital.
Kini, OJK resmi menjadi otoritas yang melakukan pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital termasuk kripto per 10 Januari 2025. Peralihan pengawasan dari Bappebti ke OJK menandakan perubahan klasifikasi aset kripto yang semula sebagai barang komoditi menjadi aset keuangan yang oleh OJK dipersamakan dengan surat berharga.
Menurut data OJK, jumlah akun pengguna aset kripto di Indonesia pada awal tahun 2025 diperkirakan mencapai 22,9 juta akun. Angka tersebut terus bertambah signifikan sebesar 335,9% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya dan menunjukkan perkembangan positif dalam ekosistem aset kripto nasional, dengan nilai transaksi mencapai Rp650,61 triliun pada tahun 2024.
Seiring dengan dengan semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang berinvestasi kripto dan sudah mulai diberlakukannya Coretax, maka wajib pajak perlu memerhatikan cara melaporkan aset kripto pada saat pelaporan SPT Tahunan di Coretax DJP.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-11/PJ/2025 yang ditetapkan pada 22 Mei 2025, kini wajib pajak orang pribadi harus melaporkan harta lebih rinci dalam 7 tabel, meliputi kas, setara kas, piutang, investasi/sekuritas, harta bergerak, harta tidak bergerak, harta lainnya, dan ikhtisar harta.
Untuk melaporkan kepemilikan aset kripto yang masih dimiliki pada akhir tahun, wajib pajak memasukkan pada Lampiran 1 SPT Tahunan tabel nomor 3 yaitu investasi/sekuritas.
Selain kripto, tabel tersebut juga digunakan untuk melaporkan aset investasi lainnya sepeti saham, obligasi, reksadana, instrumen derivatif, asuransi, unit link di asuransi, dan investasi lainnya. Wajib pajak memilih kode 0399 Investasi Lainnya untuk melaporkan kepemilikan Cryptocurrency, Trust Fund, dan investasi lainnya.
Pada tabel tersebut wajib pajak perlu menyampaikan informasi terperinci mengenai negara lokasi investasi, nama dan NPWP institusi investasi, nomor akun investasi, harga dan tahun perolehan, hingga nilai aset investasi saat ini.
Melaporkan harta di SPT Tahunan tidak otomatis akan menambah jumlah pajak yang harus wajib pajak bayarkan, melainkan hanya untuk menilai kewajaran penghitungan pajak berdasarkan perbandingan jumlah penghasilan dengan kenaikan harta bersih di tahun tersebut. Jadi tidak perlu risau jika melengkapi tabel harta akan menambah jumlah pajak yang terutang.
Baca Juga:
Setoran Pajak Kripto Capai Rp1,71 Triliun sampai September 2025































