PajakOnline.com—Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan setiap barang dan jasa yang memiliki pertambahan nilai dalam peredarannya dari konsumen dan produsen. PPN disebut juga Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service Tax (GST).
PPN merupakan jenis pajak tidak langsung karena iuran pajaknya disetorkan oleh pihak lain atau pedagang yang bukan penanggung pajak. Artinya penanggung pajak tidak perlu menyetorkan langsung pajak yang ditanggungnya.
Pihak yang berhak memungut PPN adalah pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP bisa orang pribadi maupun badan yang memiliki jumlah penjualan barang atau jasa lebih dari Rp4,8 miliar per tahun.
Hal ini sesuai PMK Nomor 197/PMK.03/2013. Bagi pengusaha yang pendapatannya masih belum mencapai Rp4,8 miliar, maka tidak wajib menjadi PKP. Namun, pengusaha itu boleh memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
Dalam PPN, dikenal juga istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran merupakan PPN yang dipungut saat PKP menjual Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP). Sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayarkan ketika PKP membeli, memperoleh BKP/JKP.
Pelaporan PPN dilakukan oleh PKP paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
Tarif PPN
Setiap jenis pajak memiliki tarif pajaknya masing-masing. Begitupun dengan PPN. Tarif PPN adalah11%. Namun, kita juga mengenal tarif PPN sebesar 0% yang diterapkan atas:
1. Ekspor Jasa Kena Pajak
2. Ekspor BKP tidak berwujud
3. Ekspor BKP berwujud
Cara Menghitungnya
Untuk menghitung PPN, kita harus menggunakan rumus:
tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau 11% x DPP.
Berikut contohnya
PT. Jaya adalah PKP yang menjual BKP kepada PT. Makmur dengan harga Rp 50.000.000. Maka, PPN terutang yang perlu disetorkan adalah:
PPN terutang: 11% x Rp50.000.000 = Rp5.500.000
Jadi, PPN Rp5.500.000 menjadi pajak keluaran yang dipungut PT. Jaya dari PT Makmur adalah Rp5.500.000.
Objek PPN
Berikut ini objek-objek yang dikenakan PPN:
1. Penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha.
2. Impor BKP.
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5. Ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud dan ekspor JKP oleh PKP.
6. Ekspor JKP oleh PKP. (Wiasti Meurani)































