PajakOnline.com—Dalam upaya menindaklanjuti hasil temuan dari pemeriksaan sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan penegakan hukum yang berbentuk penyidikan pajak.
Penyidikan menjadi proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang terindikasi bukti permulaan. Bukti permulaan yaitu keadaan, bukti, atau benda yang memberikan petunjuk adanya suatu tindak pidana kasus perpajakan.
Sesuai Pasal 1 angka 31 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), penyidikan pajak atau penyidikan tindak pidana perpajakan yaitu serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti.
Pengumpulan bukti ini untuk menemukan titik terang sebuah tindak pidana perpajakan bahkan bisa ditemukan tersangkanya. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan dilakukan mengikuti ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Jika dilihat dalam definisi yang dijelaskan bisa ditarik kesimpulan jika utamanya tujuan dilakukannya penyidikan yaitu sebagai menemukan bukti beserta tersangka yang melakukan tindak pidana perpajakan.
Untuk tugas dan wewenang penyidik pajak sudah dijelaskan sebelumnya dalam artikel kami, silakan baca juga: Penyidikan Tindak Pidana Pajak, Ini yang Dilakukannya
Penyesuaian pada bidang penyidikan dengan tatanan new normal di antaranya seperti penyampaian surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang berbentuk digital kepada penuntut umum ataupun tersangka.
Tetapi salinan yang dicetak SPDP juga perlu dikirimkan lewat pos atau/dan jasa kurir/ekspedisi pada hari yang sama saat pengiriman SPDP yang berbentuk digital.
Di luar itu, Dilakukannya pemeriksaan kepada saksi, ahli, maupun tersangka dengan video conference. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-34/PJ/2020 mengatur penyesuaian dan ketentuan lebih jelas. (Ridho Rizqullah Zulkarnain)