PajakOnline.com—E-Bupot Unifikasi terbagi menjadi dokumen format standar atau dokumen lain yang dipersamakan yang dibuat oleh pemotong atau pemungut PPh sebagai bukti pemotongan atau pemungutan atas PPh dan menunjukkan jumlah PPh yang dipotong atau dipungut ke dalam SPT Masa PPh Unifikasi.
Sedangkan, dalam E-Bupot 23/26 yaitu sebuah dokumen elektronik dalam membuat bukti potong, membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26. Layanan ini terkenal dengan nama e-bupot.
Namun, pada keduanya terdapat kesamaan dari segi kemanfaatan dalam kedua aplikasi itu seperti tersedianya fitur tanda tangan elektronik, mudah digunakan, mudah diakses, dan yang paling penting menghemat waktu pelaporan saat melaporkan pajak.
Selain itu, pada kedua aplikasi itu pengguna diwajibkan mempunyai Sertifikat Elektronik yang bisa dilakukan dengan aktivasi EFIN dan sudah melakukan registrasi di DJP Online.
Ada perbedaan dalam fungsinya, pada PPh yang dipotong atau dipungut e-bupot yakni hanya PPh 23 dan PPh 26. Sedangkan pada e-bupot unifikasi memotong dan memungut beberapa jenis PPh yaitu PPh Pasal 4 ayat (2), PPh 15, PPh 22, PPh 23, dan PPh 26.
Kemudian terdapat perbedaan mendasar lainnya bisa dilihat pada pemberian nama dokumen. Dalam e-bupot 23/26 menggunakan SPT Masa PPh 21/26 yang berbentuk e-SPT hanya dalam penggunaan PPh 23 dan 26. Sementara pada e-bupot unifikasi memakai SPT Masa PPh Unifikasi yang terdiri dari beberapa jenis PPh yang sebelumnya sudah dijelaskan di atas.
Artinya, e-bupot unifikasi memiliki kelebihan daripada bukti potong sebelumnya. Karena, kehadiran aplikasi itu membuat aktivitas transaksi yang terkena macam-macam jenis PPh hanya perlu disematkan ke dalam satu bukti pemotongan atau pemungutan saja. Dengan itu pelapor bisa memiliki kebebasan saat melaporkan bukti pemotongan atau pemungutan tanpa perlu menentukan jenis bukti potong.
Jika dalam e-bupot 23/26 Mengikuti PER-14/PJ/2013, SPT Masa PPh 21/26 yang berbentuk e-SPT wajib dipakai pemotong. Terdapat kriteria pemotong yang :
a. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya tidak lebih dari 20 orang dalam 1 masa pajak.
b. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak.
c. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak.
d. Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya tidak lebih dari 20 dokumen dalam 1 masa pajak.
Sementara pada e-bupot unifikasi,pemotong atau pemungut PPh wajib untuk membuat bukti potong atau pungutan unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi dengan memenuhi kriteria sesuai Peraturan DJP PER-23/PJ/2020. (Ridho Rizqullah Zulkarnain)