PajakOnline.com—Pemerintah Republik Indonesia berupaya mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2024. Amunisi yang sudah disiapkan antara lain dana desa hingga otonomi khusus (otsus) serta insentif fiskal.
“Kita ingin memberikan stimulus ke pembangunan daerah masing-masing, sehingga menciptakan lapangan kerja, pengurangan ketimpangan dan diharapkan memberikan pertumbuhan ekonomi lebih baik lagi,” kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman.
Arah kebijakan pada 2024 menjadi berbeda dengan implementasi tiga Undang-undang (UU). Pertama adalah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), kedua yaitu UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) dan ketiga UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Pemerintah berencana untuk menyalurkan dana desa sebesar Rp71 triliun dengan target 75.000 desa pada tahun 2024 mendatang. “Tahun ini kita ada terobosan dana desa yang desanya sendiri mencapai 75.000 desa,” kata Luky.
Kebijakan dana desa diarahkan kepada tiga hal,
1. Dengan melanjutkan kebijakan pengalokasian dana desa sesuai UU HKPD. Hal ini dilakukan melalui pengalokasian berdasarkan formula dan alokasi tambahan tahun berjalan berdasarkan kriteria kinerja tertentu dan pengalokasian mempertimbangkan kinerja desa dalam pengelolaan dana desa.
2. Memberdayakan masyarakat dan mendukung pembangunan berkelanjutan fokus dan prioritas pemanfaatan dana desa, dalam rangka dukungan penanganan kemiskinan ekstrem maksimal 25% melalui BLT Desa.
Lalu, dukungan program ketahanan pangan dan hewani minimal 20%, dukungan program pencegahan dan penurunan stunting dan dukungan program sektor prioritas di desa melalui bantuan permodalan BUMDes, serta program pengembangan desa sesuai potensi dan karakteristik desa.
3. Memperbaiki penyaluran dan mendorong perbaikan tata kelola dana desa. Langkah yang ditempuh dengan memisahkan penyaluran dana desa earmarked/non earmarked berdasarkan kinerja pelaksanaan, penyaluran dana desa secara langsung dari RKUN ke RKD dan pemberian reward berupa percepatan penyaluran dana desa untuk desa berstatus Mandiri.
Lalu, mengalokasikan tambahan Dana Desa untuk Desa yang berkinerja baik di setiap kabupaten/kota dan penerapan sanksi berupa penghentian penyaluran Dana Desa terhadap desa bermasalah atau terdapat penyalahgunaan dana desa.
Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI)
Seiring dengan meningkatnya Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Otsus 2024 turut naik, karena besaran dana otsus dihitung mulai dari besaran presentasi tertentu terhadap total DAU. Misalnya Dana Otsus Papua dialokasikan sebesar 2,25% dari total DAU. Pada 2024 dana otsus Papua mencapai Rp 9,62 triliun atau meningkatkan jika dibandingkan tahun 2023 yang sebesar Rp 8,91 tiriliun.
Dana otsus itu selanjutnya akan dibagi kepada setiap provinsi di Papua dengan mempertimbangkan antara lain jumlah penduduk, luas wilayah, indek kemahalan konstruksi dan indek kinerja daerah dalam mengelola dana otsus itu sendiri.
Pemerintah mengarahkan dana otsus Papua ini untuk mendukung percepatan pembangunan sesuai dengan rencana induk, antara lain penurunan kemiskinan, peningkatan investasi dan kegiatan strategis seperti beasiswa, jaminan kesehatan, serta bantuan langsung untuk peningkatan produktivitas masyarakat/OAP.
Selain dana otsus, pemerintah juga memberikan DTI sebesar Rp4,37 triliun yang diarahkan untuk pembangunan infrastruktur perhubungan, telekomunikasi, air bersih, energi listrik serta sanitasi lingkungan.
Pemerintah pusat menyiapkan anggaran sebesar Rp8 triliun sebagai insentif fiskal bagi daerah. Hal tersebut dimaksudkan sebagai penghargaan bagi daerah yang mempunyai kinerja terbaik dalam tata kelola keuangan daerah, pelayanan dasar publik, dan pelayanan umum pemerintahan.
Selain itu, daerah juga akan semakin meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah, kesehatan fiskal APBD, serta pelayanan dasar publik di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pelayanan umum pemerintahan.
“Satu terobosan, kita ingin beri insentif lebih besar bagi daerah yang berkinerja baik. Bagaimana instrumen TKD kita kaitkan ke kinerja daerah,” kata Lucky.
Luky juga menjelaskan soal prinsip dalam pemberian insentif fiskal adalah keadilan, di mana daerah memiliki kesempatan yang sama. Kemudian, dapat diperbandingkan menggunakan pengukuran kinerja dan indikator yang sama.
Kemudian, objektif dengan menggunakan pengukuran kinerja yang tidak menimbulkan penafsiran ganda. Prinsip selanjutnya adalah terukur, menggunakan data kuantitatif dan/atau kualitatif yang dapat dikuantitatifkan dan akuntabel, sehingga data indikator yang diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau K/Lteknis yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta Indikator penilaian merupakan kewenangan dan kinerja pemda langsung.
Lebih lanjut, Luky mengatakan pagu akan dibagi menjadi dua bagian. Pertama sebesar Rp 4 triliun atas penilaian kinerja tahun sebelumnya.
Poinnya adalah untuk daerah berkinerja baik, meliputi pengelolaan keuangan pemerintah, pelayanan dasar, dukungan fokus kebijakan nasional dan sinergi kebijakan pemerintah. Poin berikutnya adalah untuk daerah tertinggal yang berkinerja baik. (Wiasti Meurani)