Oleh Raden Agus Suparman
PajakOnline.com—Wajib Pajak di masa Program Pengungkapan Sukarela (PPS), banyak yang bertanya-tanya kenapa harta yang dimiliki dikenai pajak penghasilan. Padahal, harta tersebut sudah dikenai pajak.
Bagi kebanyakan masyarakat, tidak ada bedanya antara Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Rumah yang menjadi tempat tinggal, atau dijadikan usaha, setiap tahun bayar PBB. Begitu juga kendaraan yang dikendarai dan digunakan usaha, setiap tahun bayar PKB. Giliran mau dilaporkan ke SPT Tahunan harus bayar pajak lagi.
Padahal, jika memiliki penghasilan yang sudah dikenai pajak penghasilan, seperti penghasilan gaji yang sudah dipotong PPh Pasal 21, kemudian penghasilan tersebut digunakan untuk membeli rumah dan kendaraan, walaupun dengan mencicil selama bertahun-tahun, maka rumah dan kendaraan yang dilaporkan di SPT Tahunan tersebut tidak perlu lagi bayar pajak.
Kuncinya ada di jumlah pertambahan harta neto. Harta neto adalah total harta yang dilaporkan di SPT Tahunan dikurangi dengan utang yang dimiliki. Pertambahan harta neto tidak boleh melebihi jumlah penghasilan yang dilaporkan. Dalam hal jumlah pertambahan harta neto yang dilaporkan lebih besar daripada penghasilan yang dilaporkan, maka kantor pajak berkesimpulan bahwa wajib pajak tersebut menyembunyikan penghasilan.
Pasal 4 ayat (1) huruf p Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa tambahan kekayaan neto merupakan penghasilan jika melebihi akumulasi penghasilan yang sudah dilaporkan.
Akumulasi penghasilan yang sudah dilaporkan walaupun tidak dinyatakan dalam bentuk tabungan, tetap bisa dihitung sebagai ‘simpanan”. Contoh, setiap tahun melaporkan penghasilan sejumlah Rp100 juta. Dengan asumsi setengah dari penghasilan tersebut habis untuk konsumsi, maka setiap tahun ada tersisa Rp50 juta. Sehingga dalam 4 tahun terkumpul Rp200 juta. Dan pada tahun kelima membeli kendaraan seharga Rp200 juta. Maka kendaraan ini sebenarnya tinggal dilaporkan di SPT Tahunan.
Berbeda jika Wajib Pajak tidak pernah lapor penghasilan di SPT Tahunan. Tiba-tiba kantor pajak mendapatkan data dari instansi lain bahwa Wajib Pajak tersebut memiliki kendaraan senilai Rp200 juta. Pada kasus seperti ini, kantor pajak akan menagih penghasilan yang dianggap disembunyikan.
Jadi, jika kita akan menambah harta di SPT Tahunan, maka cek dulu akumulasi penghasilan yang sudah kita laporkan. Jika masih tertutup dengan penghasilan tersebut, silakan laporkan.
Tetapi jika kita menambah harta di SPT Tahunan dan ternyata tambahan harta netonya tidak dapat ditutupi dengan akumulasi penghasilan yang sudah dilaporkan, maka sebaiknya harta tersebut diikutkan dalam program PPS.
Program PPS adalah insentif bagi Wajib Pajak yang belum melaporkan hartanya di SPT Tahunan. Tambahan harta di PPS akan dikenai pajak penghasilan dengan tarif lebih rendah dibandingkan dengan tarif progresif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.