PajakOnline.com—Pemerintah resmi meluncurkan dan mengesahkan penggunaan meterai elektronik (e-materai) pada dokumen elektronik. Melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 penggunaan e-Meterai pada dokumen penting dinilai sah secara hukum, tidak berbeda dengan meterai fisik maupun meterai dalam bentuk lain. Namun dengan adanya e-Meterai, dapat membantu pembubuhan meterai pada dokumen elektronik secara efisien.
Di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 Pasal 1 ayat 4 juga disebut dengan istilah meterai, yaitu label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen.
Namun, pemerintah melakukan pembaharuan Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai karena dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan tata kelola Bea Meterai. Pembaharuan yaitu besaran tarif untuk Bea Meterai sebesar Rp10.000, dari yang semula sebesar Rp3.000 dan Rp6.000.
Untuk meterai tempel paling sedikit memiliki 3 ciri umum, yaitu gambar lambang negara berupa Garuda Pancasila, frasa “Meterai Tempel”, dan angka yang menunjukkan nilai nominal. Sedangkan ciri khususnya mengacu pada unsur pengaman terdapat pada desain, bahan, dan teknik cetak. Ciri khusus ini bersifat terbuka, semi tertutup, dan tertutup.
Selanjutnya, untuk meterai elektronik disebutkan memiliki kode unik dan keterangan tertentu. Nantinya kode unik dan keterangan tertentu ini memiliki ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri. Kode unik ini dihasilkan oleh kode generator yang dibuat oleh sistem, kemudian didistribusikan melalui berbagai channel dan akan dibuat akun e-wallet yang berisi total nilai meterai yang harus dibayar. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatakan ada 4 channel yang sedang dikembangkan.
Terakhir, yaitu meterai dalam bentuk lain, meterai yang dibuat menggunakan mesin teraan meterai digital, sistem komputerisasi, teknologi, dan sistem atau teknologi lainnya.
Ada 3 jenis meterai yang digunakan sebagai objek bea meterai atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan suatu kejadian yang bersifat perdata dan sebagai alat bukti pengadilan. Dalam pasal 3 ayat 2 beleid yang sama, disebutkan dokumen yang besifat perdata tersebut meliputi:
– Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lain yang sejenis beserta rangkapnya.
– Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya.
– Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya.
– Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
– Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
– Dokumen lelang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.
– Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp50 juta yang menyebutkan penerima uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi/diperhitungkan.
– Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (Kelly Pabelasary)