PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) akan membentuk unit baru yakni Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Luky Alfirman menjelaskan, direktorat tersebut akan bertugas menyusun kebijakan dan melakukan pengawasan atas implementasi pajak dan retribusi daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda). Rencananya, Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah paling lambat diresmikan pada 1 Juli 2023 mendatang.
“Ini sesuai dengan amanat UU HKPD (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah). Kita akan lebih fokus lagi bagaimana untuk memberdayakan, menggali, lebih banyak lagi (penerimaan) pajak daerah dan retribusi daerah. Untuk itu, kami akan mempunyai direktorat khusus. Kita rencanakan (beroperasi) 1 Juli (2023), tapi kalau lebih cepat kita usahakan,” ungkap Luky dalam rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Gedung DPR, yang disiarkan secara virtual, kemarin.
Menurutnya, pembentukan Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141 Tahun 2022. Berdasarkan PMK tersebut, Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah akan terdiri atas Subdirektorat Program dan Manajemen Pengetahuan; Subbagian Tata Usaha; dan kelompok jabatan fungsional.
Dalam PMK Nomor 141 Tahun 2022 disebutkan, fungsi Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu merumuskan kebijakan pajak dan retribusi daerah, menyiapkan norma standar prosedur dan kriteria (NSPK), memberikan bimbingan teknis, hingga mengevaluasi perda pajak dan retribusi daerah.
Secara simultan, DJPK juga telah melaksanakan harmonisasi atas Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RPP KUPDRD). Regulasi ini merupakan turunan dari UU HKPD.
“RPP KUPDRD sudah selesai dilakukan harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia). Mudah-mudahan dalam waktu seminggu atau 2 minggu bisa diterbitkan (menjadi peraturan pemerintah),” kata Luky. RPP KUPDRD akan menyederhanakan aturan pajak dan retribusi daerah. Selain itu, objek pajak yang menjadi kewenangan daerah pun akan diperluas. Luky menegaskan, RPP KUPDRD akan menjawab kekhawatiran beberapa pemda perihal potensi pajak daerah yang menurun karena penyederhanaan pajak dan retribusi daerah dalam UU HKPD.
“Setelah aturan resmi diundangkan, kami memberi waktu untuk pemda sampai dengan 5 Januari 2024 untuk menetapkan perda (peraturan daerah) (mengenai) pajak dan retribusi di daerahnya masing-masing. RPP (KUPDRD) nantinya menjadi acuan pemda untuk menyusun perdanya, pemda tetap diberi ruang untuk meningkatkan potensi pajak daerahnya,” kata Luky.
Berdasarkan Pasal 95 UU HKPD, perda harus mengatur ulang, antara lain mengenai jenis pajak dan retribusi; subjek dan Wajib Pajak; subjek dan wajib retribusi; objek pajak dan retribusi; dasar pengenaan pajak; tingkat penggunaan jasa retribusi, saat terutang pajak; wilayah pemungutan pajak; serta tarif pajak dan retribusi.
“Dengan adanya reformasi pengelolaan pajak dan retribusi daerah, (rasio pajak) 3 persen (DPB) itu target yang sangat ambisius, terus terang saja. Tetapi kita akan coba petakan kembali,” ujar Luky.
Sebelumnya, DJPK Kemenkeu mencatat, saat ini rasio pajak daerah tercatat masih berada di level 1,2 persen hingga 1,4 persen dari PDB.
Selain membentuk Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, DJPK Kemenkeu juga bakal membentuk Direktorat Pembiayaan dan Perekonomian Daerah. Sesuai namanya, unit ini dibentuk untuk menambah opsi pembiayaan di daerah, utamanya dalam bentuk obligasi.
“Direktorat Pembiayaan dan Perekonomian Daerah ini akan berperan melaksanakan analisis yang mendalam atas potensi perekonomian di daerah. Semuanya ini merupakan bentuk komitmen kami, bagaimana membuat organisasi kita lebih kaya fungsi dan bisa menjalankan tugas semaksimal mungkin,” pungkas Luky.