PajakOnline.com—Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak periode 2001-2006 Hadi Poernomo mendapatkan penghargaan rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai penggagas Single Identity Number (SIN) dan lulusan tertua Strata-1 (S-1) Hukum. Hadi Poernomo menjadi lulusan tertua karena sudah berusia 75 tahun.
Walaupun sudah bergelar doktor, namun Hadi kuliah lagi di jurusan hukum dan berhasil lulus menjadi sarjana hukum. “Terima kasih saya ucapkan, karena saya tahu bahwa Unkris adalah salah satu universitas tertua, maka saya mencari S1 hukum di Unkris, dan alhamdulillah termasuk lulusan tertua,” katanya kepada wartawan.
Hadi mengungkapkan, tujuannya menjadi sarjana hukum ini untuk menjadi konsultan hukum. Piagam Penghargaan MURI atas penyelesaian rekor studi S-1 Hukum sebagai lulusan tertua diberikan langsung Ketua MURI Jaya Suprana.
Soal SIN pajak ini, menjadi bahan skripsinya untuk menyelesaikan studi sarjana hukum di Universitas Krisnadwipayana. Dia menyatakan SIN dapat meningkatkan rasio pajak.
Hadi Poernomo menjelaskan, penerapan SIN sebagai pengawasan perpajakan di dalam negeri menjadi solusi untuk meningkatkan penerimaan negara. Caranya, dengan pengawasan terhadap sumber dana hingga besaran pajak yang disetor.
“Secara sederhana, semua pihak di Indonesia wajib untuk membuka dan menyambungkan sistemnya ke pajak, termasuk yang rahasia,” kata Hadi Poernomo kepada wartawan selepas menerima penghargaan rekor MURI di Jakarta Convention Center, belum lama ini.
Kini, SIN yang digagasnya sejak tahun 2001 ini telah memiliki dasar hukum. Dia berharap mampu dijalankan secara konsisten ke depannya.
Dasar hukumnya yakni Pasal 35 A UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kemudian Pasal 1, 2, 7, dan 8 UU No. 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Dan yang terbaru UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengamanatkan adanya integrasi NIK/KTP sebagai NPWP.
Dari dasar hukum tersebut, kata dia, seharusnya pemerintah sebagai pemegang mandat Undang-Undang (UU) sudah dapat melakukan reformasi pengawasan perpajakan yang menyeluruh. Artinya, mampu berwujud dalam pembentukan bank data perpajakan dan Single Identity Number (SIN).
“Dengan SIN, semua pihak wajib membuka dan menyambungkan sistem datanya ke otoritas pajak, baik data yang rahasia maupun tidak rahasia. Dari situ lalu dilakukan analisis link and match. Dengan demikian, akan ada sistem yang memaksa semua pihak untuk jujur,” katanya.
Dia menggambarkan, saat ini posisi rasio pajak masih terlampau jauh dari rasio utang negara. Ia menyebut negara lain dengan kondisi mirip seperti Indonesia telah mencatatkan tax ratio yang lebih tinggi.
“(SIN) Inilah yang akan menjadi mesin ampuh untuk menggenjot tax ratio. Kalau ini terjadi, bukan saja ia dapat membiayai belanja rutin pemerintah setiap tahun di dalam APBN, tetapi juga dapat menutup semua utang negara,” katanya.