PajakOnline.com—Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengungkapkan terdapat insentif pajak dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN yang telah dipermanenkan oleh pemerintah, yakni pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) final untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan omzet tertentu. Kebijakan itu telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Program PEN merupakan rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak pandemi terhadap perekonomian nasional. Langkah ini diambil pemerintah untuk menangani krisis selain dari sektor kesehatan dengan merespons penurunan aktivitas masyarakat yang berdampak pada ekonomi, antara lain bagi dunia usaha sektor berdampak dan UMKM.
Dalam program PEN klaster perpajakan, antara lain terdapat fasilitas percepatan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Rp1 miliar hingga Rp 5 miliar, PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), diskon PPN untuk properti DTP, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil DTP, serta pembebasan PPh final UMKM.
“Dalam konteks pemulihan ekonomi tahun 2020 sampai 2022 pajak sudah memerankan peran yang sangat signifikan. Pada tahun 2023 pajak dituntut melakukan peran yang sama. Dari mana bentuknya, ya kita lihat salah satunya PEN. Waktu itu, kan, diberikan secara temporer, sekarang sudah kita permanenkan. Bagaimana kita mengalibrasi sesuatu yang baik selama masa PEN lalu kita permanenkan, salah satunya kita berikan bantuan PPh DTP untuk UMKM (usaha mikro kecil menengah). Di UU HPP, kita permanenkan juga dalam bentuk ada yang Rp 500 juta ke bawah tidak kena pajak,” kata Yon dalam Media Briefing DJP di Kantor Pusat DJP.
Sebelum adanya program PEN, pelaku UMKM individu semua dikenakan PPh final, karena tidak ada pengaturan batasan omzet pengenaan pajak. Misalnya, penghasilan per tahun hanya Rp50 juta atau bahkan Rp100 juta per tahun tetap dikenakan PPh final 0,5 persen, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.
Yon mengatakan DJP akan tetap hadir dalam bentuk pemberian insentif, termasuk fasilitas-fasilitas yang selama ini sudah diberikan dalam bentuk belanja pajak (tax expenditure). Namun, hingga saat ini pemerintah masih mengkaji insentif pajak yang akan diberikan kepada dunia usaha untuk tahun ini.
“Selain berperan untuk menunjang pemberian dalam bentuk insentif, kita akan optimalkan penerimaan pajak. Dalam rangka konsolidasi fiskal, sektor-sektor yang masih tumbuh tentu akan terus kita awasi pembayaran pajak, seperti itulah (kebijakan) tahun 2023,” katanya.
Pemerintah berharap insentif pajak dapat mendorong perekonomian semakin bertumbuh, kemudian bermuara pada optimalisasi target penerimaan pajak. Berdasarkan UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.718 triliun atau meningkat 16 persen dari target pada 2022 sebesar Rp1.485,0 triliun.
Kemenkeu mencatat, realisasi pemberian insentif pajak tahun 2020 dalam program PEN sebesar Rp56 triliun. Sementara, pada tahun 2021, realisasi insentif pajak mencapai Rp68,32 triliun atau 112,6 persen dari pagu yang disediakan, yakni Rp62,83 triliun. Kemudian, hingga 14 Desember 2022, realisasi insentif pajak tercatat sebesar Rp16,7 triliun atau 85,76 persen dari pagu sebesar Rp19,53 triliun.