PajakOnline.com—Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha ekonomi produktif yang dimiliki oleh perorangan atau badan usaha yang memenuhi kriteria berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008.
Kriteria tersebut, antara lain;
1. Usaha Kecil
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang independen atau berdiri baik yang dimiliki perorangan atau kelompok dan bukan sebagai badan usaha cabang dari perusahaan utama. Usaha kecil ini dapat dikuasai dan dimiliki serta menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah.
Usaha yang termasuk dalam kriteria usaha kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih Rp50 juta dengan kebutuhan maksimal mencapai Rp500 juta. Hasil penjualan atau omzet per tahun berkisar antara Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar.
2. Usaha Mikro
Usaha Mikro adalah usaha ekonomi produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha sesuai dari kriteria usaha mikro itu sendiri. Usaha yang termasuk kriteria usaha mikro itu memiliki kekayaan bersih yang mencapai Rp50 juta, itu tidak termasuk dengan bangunan dan tanah tempat usaha. Sedangkan omzet usaha mikro setiap tahunnya tidak melebihi Rp300 juta.
3. Usaha Menengah
Usaha Menengah adalah usaha dalam ekonomi produktif dan bukan merupakan cabang atau anak usaha dari perusahaan pusat, serta menjadi bagian secara langsung maupun tidak langsung terhadap usaha kecil atau usaha besar. Usaha menengah ini sering disebut sebagai bisnis besar dengan kriteria omzet per tahun yang mencapai Rp2,5 miliar sampai Rp50 miliar.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018), pemerintah secara jelas menyatakan bahwa UMKM merupakan Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dengan memenuhi kriteria di antaranya:
1. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun, dan
2. Wajib Pajak orang pribadi; atau Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas (tidak termasuk bagi badan dengan Bentuk Usaha Tetap).
Dan yang tidak termasuk Wajib Pajak UMKM yaitu Wajib Pajak yang mimilih untuk dikenai PPh berdasarkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E UU PPh; atau Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus, menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Untuk Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atau UMKM, dan PPh yang bersifat final. Yang artinya, penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu, dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut didapatkan. Bukan hanya untuk UMKM, tetapi pajak ini juga berlaku untuk berbagai macam usaha, seperti yang ada di Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
UMKM memiliki peran penting untuk perekonomian nasional, karena mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menggerakan roda perekonomian. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan bagi pelaku UMKM agar mereka dapat berkembang dan berdaya saing.
Sejak tahun 2013, pemerintah sudah memberikan tarif PPh final yang cukup ringan melalui PP 46 tahun 2013, yakni sebesar 1% dari omzet. Tarif ini hanya berlaku bagi Wajib Pajak pribadi atau badan yang memiliki omzet yang kurang dari Rp4,8 miliar per tahun.
Selanjutnya, Pemerintah kembali memberikan keringanan kepada UMKM dengan pengurangan tarif PPh final menjadi 0,5% dari omzet. Tarif ini juga berlaku bagi Wajib Pajak pribadi atau badan yang memiliki omzet dari Rp 0 hingga Rp4,8 miliar per tahun, artinya tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun. Ketetapan itu diatur dalam PP 23/2018.
Hanya saja, pemerintah menambahkan jangka waktu tertentu untuk tarif PPh yang bersifat final ini. Seperti:
1. Paling lama empat Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma
2. Paling lama tujuh Tahun bagi Wajib Pajak orang pribadi dan
3. Paling lama tiga Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Pada tahun 2023, pemerintah kembali menunjukkan rasa keberpihakan terhadap UMKM. Melalui UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah menetapkan bahwa Wajib Pajak orang pribadi UMKM tidak dikenai PPh atas omzet hingga Rp500 juta per tahun.
Oleh karena itu, untuk UMKM dengan penghasilan kotor yang belum melebihi Rp500 juta dalam setahun, maka tidak akan dikenakan PPh. Sedangkan bagi UMKM yang sudah melebihi omzet Rp500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun, diwajibkan untuk membayar PPh final sebesar 0,5 persen. Dalam aturan ini, bisa diasumsikan pemerintah tidak lagi menargetkan pajak untuk usaha mikro, tetapi bagi usaha kecil dan menengah.
Selain PPh final, UMKM juga dapat diwajibkan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ada juga PPN bagi UMKM termasuk sebagai skema pengenaan khusus lantaran pengenaan tarifnya lebih rendah ketimbang tarif PPN normal. Kementerian Keuangan menyatakan tarif PPN final bagi UMKM nantinya berkisar 1 persen hingga 3 persen dari peredaran usaha. (Wiasti Meurani)
Download/unduh aturan Pajak UMKM: PP Nomor 50 Tahun 2022