PajakOnline.com—Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara maritim dengan total luas wilayah 7,81 juta km2, negara yang mempunyai 3,25 juta km2 berupa lautan, dan dari seluruh jumlah lautan Indonesia, 2,55 juta km2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Oleh karena itu, memiliki wilayah yang lebih dari setengah bagian berupa lautan dan wilayah geografis yang strategis, mendukung Indonesia memproduksi banyak sekali hasil perikanan.
Pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan untuk menyukseskan sektor perikanan Indonesia di masa mendatang. Salah satunya dengan peraturan pengenaan PPN atas barang hasil perikanan. Sementara itu, dengan naiknya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11%, sejumlah barang dan jasa tertentu tetap diberikan fasilitas bebas PPN salah satunya yakni hasil perikanan.
Hasil perikanan termasuk ke dalam kelompok Barang Kena Pajak (BKP), tapi tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Adanya regulasi yang mengatur bahwa barang hasil dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun budidaya merupakan barang kena pajak (BKP) yang bersifat strategis atas import atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN.
Berdasarkan pada pasal 1 angka 1 huruf c dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2021 yang menyatakan bahwa salah satu Barang Kena Pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis yaitu barang hasil pertanian yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan cara tertentu yang diserahkan oleh petani atau kelompok petani. Yang dimaksud hasil pertanian yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan maupun penangkaran, dan perikanan baik dari penangkapan atau budidaya.
Selain itu, barang dan jasa tertentu lainnya yang dibebaskan dari pengenaan PPN, antara lain barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa keuangan, jasa angkutan umum, jasa kesehatan, jasa asuransi, jasa tenaga kerja, jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional, mesin, vaksin, buku pelajaran dan kitab suci, air bersih termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap, listrik, rusun sederhana, rusunami, RS, RSS, hasil kelautan perikanan, pakan ikan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak, emas batangan dan emas granula, minyak bumi, gas bumi, panas bumi, senjata/alutsista, dan alat foto udara. Hal tersebut merujuk pada pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-Undang PPN.
Adapun terdapat pemrosesan yang diperbolehkan untuk dibebaskan dari PPN di bidang perikanan yakni dengan cara didinginkan atau dibekukan, digarami, dikeringkan atau diasap, direbus, dan dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi barang terkait. Namun, akibat dari pembebasan PPN tersebut Pajak Masukan atas perolehan hasil perikanan tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian, bagi orang atau badan yang melakukan penyerahan hasil laut tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas PPN yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP). Jika ingin memperoleh Surat Keterangan Bebas PPN, dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak (DJP) dengan melampirkan dokumen impor atau dokumen pembelian yang bersangkutan. Selanjutnya, permohonan Surat Keterangan Bebas PPN akan diproses dan diberikan keputusan dalam jangka waktu 5 hari kerja setelah berkas permohonan diterima lengkap.
Bagi pemerintah, tujuan dari dibebaskannya penyerahan barang hasil perikanan dari pengenaan PPN atas barang hasil perikanan, yaitu:
- Mencapai keberhasilan sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional.
- Mendorong pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha sektor perikanan.
- Memperlancar perkembangan ekonomi nasional.
- Melindungi para nelayan.(Kelly Pabelasary)