PajakOnline.com—Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan alasannya menaikan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk tujuh industri penerima manfaat disebabkan karena ongkos produksi yang makin mahal di sisi hulu.
Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengungkapkan, penyesuaian HGBT tersebut dilakukan untuk mengimbangi biaya produksi dari lapangan gas yang sudah berumur, sehingga biaya produksi gas di lapangan tersebut mengalami kenaikan. Langkah itu diharapkan dapat tetap menjaga penerimaan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama serta memastikan investasi di sisi hulu tetap kompetitif.
“Kondisinya kan lapangan yang makin tua itu biaya lebih besar, kalau biaya lebih besar otomatis kita juga tidak bisa potong lebih banyak juga,” kata Tutuka, dikutip hari ini.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, harga yang diterima industri penerima manfaat kompak naik menjadi lebih tinggi dari patokan sebelumnya USD6 per juta metrik british thermal unit (MMBtu) atau maksimal USD7 per MMBtu.
Selain itu, aturan ini ditetapkan dan diberlakukan pada 19 Mei 2023 dan mencabut Kepmen ESDM Nomor 134.K/HK.02/MEM.M/2021. Ia juga mengatakan pemerintah kesulitan untuk memotong penerimaan bagian KKKS sebab berisiko pada iklim investasi hulu migas di dalam negeri. Sementara, bagian negara sudah terpotong cukup lebar untuk mengkompensasi kekurangan pada skema awal yang dipatok USD6 per MMBtu.
“Dengan berjalannya waktu lapangan itu biasanya bianyanya lebih tinggi karena masalah air dan sebagainya. Kita mesti hati-hati betul supaya bagaimana penerimaan negara dikurangi tidak mengurangi peneriman KKKS sehingga harganya masih paling minim bisa dijangkau,” katanya.
Indonesian Petroleum Association (IPA) mengkhawatirkan implementasi kebijakan pemerintah terkait dengan HGBT yang dipatok USD6 per MMBtu dapat mengoreksi minat investasi hulu industri migas di Indonesia. Chairman LNG & Gas IPA Joe Frizal mengatakan, kebijakan tersebut belakangan justru menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha hulu migas yang terlihat dari rendahnya capaian investasi di sektor tersebut.
Joe khawatir apabila kebijakan HGBT itu turut menentukan harga jual-beli gas di hulu sebelum disalurkan pada industri penggunaan atau hilir. Maka hal tersebut akan membuat investasi hulu Migas yang mahal di Indonesia tidak lagi menarik.(Kelly Pabelasary)