PajakOnline.com—YouTuber dinilai sudah menjadi profesi. YouTuber adalah orang yang dengan sengaja membuat sebuah konten video untuk menarik penonton atau viewers.
Banyak YouTuber yang berlomba-lomba menciptakan konten unik untuk menarik sebanyak mungkin subscribers dan viewers. Dengan begitu, potensi pendapatan semakin besar.
Direktur Eksekutif CITA Ruben Hutabarat menyebutkan potensi pajak dari profesi YouTuber, Selebgram, dan sebagainya bisa mencapai triliunan rupiah dan ini sudah pernah diperkirakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Kalau secara formal sendiri sebetulnya kan potensi dari profesi Selebgram, YouTuber, dan sebagainya, ini sudah pernah diperkirakan (DJP) potensinya bahkan mencapai sekitar Rp10 triliun lebih dari para Selebgram, YouTuber, maupun Influencer,” kata Ruben dalam acara Market Review IDX Channel, belum lama ini atau Jumat (26/2/2021).
Ruben menjelaskan, potensi pajak tersebut bisa dihitung dari perkiraan penghasilan yang diperoleh para YouTuber dan kemudian dikenakan pajak penghasilan sesuai tarif yang ditentukan dalam Undang-Undang.
Menurut dia, sampai saat ini otoritas pajak sudah cukup intensif melakukan sosialisasi terkait apa saja yang menjadi kewajiban pajak bagi para pelaku profesi ini.
Namun, karena YouTuber merupakan profesi baru yang muncul dari fenomena digital ekonomi, seharusnya langkah yang dilakukan oleh otoritas pajak adalah bersifat ekstensifikasi.
“Ekstensifikasi dengan memberikan sosialisasi yang lebih luas kepada para pelaku di profesi baru ini daripada langsung melakukan intensifikasi yaitu dengan upaya-upaya pemeriksaan terhadap para pelaku industri digital ekonomi ini,” kata Ruben.
Sementara itu, menurutnya tidak diperlukan treatment khusus untuk para YouTuber dalam membayarkan pajak penghasilan mereka. Karena instrumen yang ada pada Undang-Undang yang berlaku sudah bisa memajaki penghasilan yang diterima oleh para YouTuber.
“Mereka bisa dibilang sebenarnya hanya profesi baru, namun penghasilan yang diperoleh mereka sendiri sebetulnya sudah bisa dipajaki. Jadi menurut kami tidak perlu ada peraturan spesifik yang perlu diterbitkan untuk memajaki mereka,” kata Ruben.