PajakOnline | Pemerintah telah mengesahkan PP 43/2025 tentang Pelaporan Keuangan, sebagai bagian dari upaya harmonisasi regulasi pelaporan keuangan di seluruh sektor ekonomi.
Peraturan ini mulai berlaku sejak 19 September 2025, dan membawa sejumlah ketentuan penting, tidak hanya standardisasi laporan keuangan, tapi juga penetapan bahwa penyusun laporan keuangan harus memiliki kompetensi akuntansi dan integritas tinggi.
Standardisasi dan Harmonisasi Laporan Keuangan
PP 43/2025 mengharmonisasikan berbagai ketentuan pelaporan keuangan yang sebelumnya tersebar dalam banyak regulasi, menjadi satu kerangka hukum terpadu.
Laporan keuangan hanya boleh disusun oleh orang yang memiliki kompetensi dan integritas, seperti akuntan terdaftar atau profesional berlisensi.
Penyampaian laporan akan difasilitasi lewat Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK), sehingga penyampaian keuangan dilakukan secara terintegrasi dan terstandar ke semua instansi terkait.
PP 43/2025 tidak hanya untuk perusahaan publik atau sektor keuangan, tetapi memperluas kewajiban ke berbagai entitas yang memiliki interaksi dengan sektor keuangan, termasuk sektor riil, entitas debitur, lembaga pembiayaan, hingga fintech.
Untuk perusahaan publik dan emiten di pasar modal, penyampaian laporan keuangan melalui PBPK wajib paling lambat tahun 2027 yakni laporan tahun buku 2026.
Untuk sektor lain, implementasi dilakukan secara bertahap sesuai tahap kesiapan dan koordinasi antar regulator terkait.
Transparansi, Akuntabilitas dan Data Terintegrasi
Menurut pemerintah, regulasi ini dirancang untuk memperkuat tata kelola keuangan nasional serta memastikan data keuangan perusahaan dapat dipercaya, transparan, dan konsisten, sehingga mendukung pengambilan keputusan bisnis dan kebijakan publik berbasis data nyata.
Dengan sistem pelaporan terpusat lewat PBPK, diharapkan risiko duplikasi pelaporan dan inkonsistensi data bisa ditekan, sekaligus memperlancar akses informasi oleh regulator, investor, dan stakeholder lainnya.
Sekarang, perusahaan harus menyesuaikan sistem akuntansi internal, penyusunan laporan tidak bisa dilakukan asal-asalan, melainkan oleh tenaga profesional akuntansi bersertifikat.
Pelaporan keuangan menjadi lebih transparan dan mudah diaudit. Hal ini memudahkan investor, kreditur, dan regulator dalam menilai kesehatan dan kepatuhan entitas bisnis.
Bagi regulator dan pemerintah, regulasi memfasilitasi monitoring ekonomi dan fiskal dengan basis data keuangan nasional yang lebih komprehensif.
Perusahaan kecil maupun besar, riil maupun jasa keuangan, perlu menyiapkan sistem, SDM, dan prosedur pelaporan agar bisa mematuhi kebijakan secara tepat waktu.
Aturan baru ini menandai perubahan signifikan dalam tata kelola keuangan korporasi di Indonesia, dari sekadar kewajiban administratif menjadi bagian dari fondasi transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola berkelanjutan.
































