PajakOnline.com—Dari beberapa proses administrasi perpajakan, terdapat beberapa aktivitas inti, yakni salah satunya mengenai pengawasan perpajakan. Pengawasan pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan oleh Wajib Pajak dan telah memenuhi ketentuan berdasarkan peraturan perundang – undangan perpajakan. Pengawasan pajak menjadi aktivitas inti yang menjadi strategi bagi otoritas pajak untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
Dalam menjalankan aktivitas pengawasan di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjalankan 2 kegiatan besar, pengawasan pembayaran masa (PPM) dan pengawasan kepatuhan material (PKM). Strategi pengawasan ini tertera dalam Surat Edaran DJP nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak.
Pengawasan Pembayaran Masa atau PPM adalah pengawasan terhadap Wajib Pajak atas perilaku pelaporan dan pembayaran masa yang dikaitkan dengan aktivitas ekonomi pada tahun pajak berjalan, melalui penelitian kepatuhan formal dan penelitian kepatuhan material atas tahun pajak berjalan. PPM ini dilakukan di setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Wilayah DJP yang terdiri dari beberapa kegiatan.
Kegiatan tersebut diantaranya pengawasan terkait dengan kepatuhan pelaporan atau penyampaian SPT Masa, khususnya SPT Masa yang harus ada kewajiban untuk disampaikan per bulannya, misalnya SPT Masa PPN, SPT Masa PPh pasal 25, dan SPT Masa PPh Pasal 21. Bderikut kegiatan lainnya yakni:
– Bimbingan;
– Himbauan yang dilakukan dengan memberikan surat himbauan kepada Wajib Pajak berdasarkan hasil penelitian internal yang dilakukan untuk meminta klarifikasi terkait dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan;
– Konsultasi teknis perpajakan (Konseling) terkait klarifikasi data pada surat himbauan; serta
– Rekonsiliasi data atau data matching, dinamisasi angsuran masa disesuaikan dengan kondisi perekonomian di bidang usaha tertentu, dan kegiatan penggalian potensi.
Selain itu, pengawasan pembayaran masa juga disertai tindak lanjut berupa usulan pemeriksaan atau penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) yang bisa terjadi akibat keterlambatan pelaporan SPT, keterlambatan/kekurangan pembayaran pajak, dan keterlambatan penerbitan faktur pajak sekaligus dengan pengawasan pembayaran STP tersebut. Pemanfaatan fasilitas/insentif perpajakan juga turut menjadi bagian dari kegiatan PPM ini.
Sementara itu, PKM adalah pengawasan terhadap Wajib Pajak atas pelaporan dan pembayaran yang jatuh tempo sebelum tahun pajak berjalan yang dilakukan melalui penelitian kepatuhan formal dan penelitian kepatuhan material. PKM ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas analisis data yang dilakukan dalam rangka kegiatan pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan pajak, penagihan pajak, ataupun penegakan hukum perpajakan berkaitan dengan tahun pajak sebelum tahun pajak berjalan.
Kegiatan PKM harus didahului dengan penyusunan Daftar Prioritas Pengawasan (DPP). DPP tersebut berisi Wajib Pajak yang menjadi sasaran prioritas PKM oleh KPP pada tahun berjalan. Pada DPP ini tercantum juga estimasi potensi penerimaan yang ditetapkan minimal mampu untuk memenuhi target penerimaan dari kegiatan PKM.
Penyusunan DPP ini pun berguna agar pelaksanaan kegiatan PKM lebih efektif dan efisien. DPP ini ditetapkan di awal tahun untuk pengawasan kuartal I, dan kemudian dilakukan pemutakhiran di kuartal II, III, dan IV dengan menambah jumlah Wajib Pajak beserta masa atau tahun pajaknya.
Terdapat aplikasi yang digunakan untuk pengawasan PPM ataupun PKM yakni antara lain SIDJP, SIPMOD, portal DJP, dan Aplikasi Profil Berbasis Web (Approweb). Aplikasi lain yang berkaitan erat dengan fungsi pengawasan yang bisa digunakan adalah Compliance Risk Management (CRM) fungsi Transfer Pricing (TP), Ability to Pay (ATP), Smartweb, dan Dashboard Wajib Pajak (WP) KPP Madya. Dengan berbagai macam aplikasi yang tersedia ini, harapannya fungsi pengawasan perpajakan dapat berjalan lebih efektif dan efisien dalam penerimaan perpajakan di Indonesia serta mengamankan kepatuhan Wajib Pajak. (Azzahra Choirrun Nissa)