Oleh Raden Agus Suparman
PajakOnline.com—Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Selain penghasilan yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan, ada satu syarat penghasilan akan dikenai pajak.
R. Mansury dalam bukunya “Pajak Penghasilan Lanjutan” menulis unsur-unsur penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu: tambahan kemampuan ekonomis, yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi maupun yang dipakai untuk membeli harta, dengan nama dan dalam bentuk apa pun juga.
Dari kelima unsur tersebut, pada kesempatan ini saya hanya membahas unsur kedua yaitu yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak. R. Mansury selanjutnya menjelaskan, bahwa unsur kedua merupakan pembatasan tambahan kemampuan ekonomis. Tidak semua tambahan kemampuan ekonomis merupakan penghasilan.
Tambahan kemampuan ekonomis yang dihitung sebagai penghasilan bukan hanya karena kenaikan harga pasar, melainkan kenaikan harga itu yang sudah menjadi realisasi.
Penghasilan yang seperti ini disebut “realized economic-power accreation”. Sehingga menurut R Mansury, unsur yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak harus dimaknai sebagai realisasi penghasilan. Dan dicatat sebagai penghasilan pada saat diterima atau diperoleh.
Tambahan kemampuan ekonomis yang bukan penghasilan dan yang menjadi penghasilan lebih mudah jika kita mengambil contoh harga saham. Saya membeli saham PT Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 1 November 2021 per lembar saham Rp3.770. Kemudian pada tanggal 27 Desember 2021 harga per lembar saham menjadi Rp4.080.
Walaupun ada kenaikan harga pada akhir tahun 2021, saya sebagai pemilik saham belum memiliki penghasilan karena saya tidak menjual saham tersebut pada akhir tahun. Tetapi harta kekayaan saya berdasarkan harga pasar saham PT Telekomunikasi tetap naik.
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2021 yang saya laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) naik sesuai kenaikan harga pasar saham PT Telekomunikasi. Tetapi di SPT Tahunan tahun pajak 2021 yang saya laporkan ke Ditjen Pajak tidak ada kenaikan harta dan tidak ada penghasilan yang dilaporkan.
Jika pada tanggal 27 Desember 2021 saya menjual saham tersebut, maka pada tahun 2021 saya wajib melaporkan adanya penghasilan sebesar harga jual saham. Dengan demikian, syarat penghasilan dikenai Pajak Penghasilan yaitu penghasilan tersebut sudah direalisasikan.
Syarat realisasi ini sebagian ahli pajak menyebut sebagai “taxable event” yaitu peristiwa hukum atau transaksi yang menyebabkan pajak terutang. Dan menurut saya, lebih tepat jika “taxable event” menjadi syarat penghasilan menjadi objek Pajak Penghasilan. Contoh “taxable event” yaitu penjualan, barter, pengalihan, pertukaran, pemberian, dan sebagainya.