Oleh Raden Agus Suparman
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan, “Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subyek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak”.
Berdasarkan Pasal 1 ini, Pajak Penghasilan dikenakan untuk penghasilan dalam tahun pajak.
Apakah penghasilan yang dimaksud harus 12 bulan? Atau boleh hanya 1 bulan? Atau bahkan kurang dari 1 bulan?
Paragrap kedua bagian penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan berbunyi, “Yang dimaksud dengan “tahun pajak” dalam Undang-Undang ini adalah tahun kalender, tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.”
Bagian penjelasan secara spesifik menyebut bahwa tahun pajak adalah tahun kalender. Namun demikian, Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak yang tidak sama dengan tahun kalender. Artinya, sepanjang Wajib Pajak tidak melaporkan menggunakan periode akuntansi yang berbeda dengan kalender, maka dianggap tahun pajak adalah tahun kalender.
Tahun pajak harus dibaca sebagai periode penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak. Dan pemajakan atas penghasilan subjek pajak dikenai pada akhir periode penghasilan tersebut.
Sebelum periode penghasilan berakhir, belum terutang pajak penghasilan.
Kita ambil contoh wajib pajak badan yang didirikan pada bulan Desember 2021. Misal PT Agus Makmur terdaftar dan sudah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 6 Desember 2021. Dan pada bulan Desember 2021 PT Agus Makmur sudah memiliki penghasilan sebesar Rp100.000.000,00. Apakah sudah terutang pajak penghasilan?
Dengan asumsi PT Agus Makmur memiliki periode akuntansi sama dengan periode kalender, maka saat terutang adalah tanggal 31 Desember 2021. Karena pada tanggal tersebut merupakan akhir periode penghasilan untuk tahun pajak 2021. Walaupun penghasilan yang diperoleh baru 1 bulan, bahkan kurang.
Bagaimana jika periode akuntansi berbeda dengan kalender? Bagaimana penyebutan tahun pajaknya? Penyebutan tahun pajak untuk periode akuntansi yang berbeda dengan periode kalender berpatokan pada banyaknya bulan di tahun tersebut. Bulan yang paling banyak di tahun tersebut, itulah yang diambil penyebutannya.
Contoh periode akuntansi 1 Maret 2021 sampai dengan 28 Februari 2022. Periode akuntansi ini disebut tahun pajak 2021 karena di tahun 2021 ada 10 bulan. Contoh lagi periode akuntansi 1 September 2021 sampai dengan 31 Agustus 2022. Periode akuntansi ini disebut tahun pajak 2022 karena tahun 2022 ada 8 bulan dibandingkan tahun 2021 yang hanya 4 bulan saja.
Bagaimana jika periode akuntansi 1 Juli 2021 sampai dengan 30 Juni 2022? Karena jumlah bulan di masing-masing tahun kalender sama, yaitu 6 bulan, maka penyebutannya berdasarkan tahun kalender pertama, yaitu tahun pajak 2021.