PajakOnline.com—Berdasarkan Pasal 1 angka 61 UU HKPD, opsen merupakan pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu. Lebih lanjut, opsen pajak juga dikenal dengan istilah piggyback tax system. Opsen pajak merupakan suatu cara kewenangan perpajakan yang dimiliki oleh sub national government (SNG) dengan menambah tarif pajak lokal/sendiri pada pajak pusat. Terkait Opsen pajak ini telah tercatum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD)
Opsen pajak dikenakan pada 3 jenis pajak terutang, yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB). Opsen akan dipungut bersamaan dengan pajak yang dikenakan opsen. Jumlah opsen dihitung dari besaran pajak terutang. Tarif yang berlaku adalah sebagai berikut:
- Opsen PKB sebesar 66%
- Opsen BBNKB sebesar 66%
- Opsen Pajak MBLB sebesar 25%.
Sebagai contoh, PKB dikenakan sebesar 1,2% dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB). Opsen PKB dihitung dengan cara: Opsen PKB = 66% x 1,2% x NJKB
Dalam UU HKPD pasal 4 ayat (1) dan (2), pemerintah menetapkan bahwa opsen atas PKB dan BBNKB yang menjadi pungutan pemerintah kabupaten/kota, sementara opsen pajak MBLB menjadi pungutan oleh pemerintah provinsi.
Opsen PKB dan BBNKB ini juga merupakan bentuk pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi yang tertera dalam pasal 94 ayat (1) UU PDRD. Kebijakan tersebut, dapat meningkatkan kemandirian daerah tanpa menambah beban wajib pajak (WP), karena penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai pendapatan asli daerah (PAD) serta memberikan kepastian atas penerimaan pajak
Sementara itu, tujuan penambahan opsen pajak MBLB untuk provinsi dapat memperkuat fungsi pengawasan kegiatan pertambangan di daerah dan penerbitan izin pertambangan di daerah tingkat kabupaten/kota, di samping sebagai sumber penerimaan baru. Diharapkan pengelolaan keuangan daerah lebih berkualitas karena perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD yang lebih baik.
Opsen pajak juga dianggap dapat mendorong peran daerah untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan daerah, baik terhadap pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. (Azzahra Choirrun Nissa)