PajakOnline.com—Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan keputusan tentang besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak.
Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio). Demikian, untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak, dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat menentukan adanya modal terselubung. Istilah modal mengacu pada standar akuntansi, sedangkan yang dimaksud dengan kewajaran atau kelaziman usaha yaitu adat kebiasaan atau praktik menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang sehat dalam dunia usaha.
Besaran Perbandingan Antara Utang Dan Modal Penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal sendiri sebelumnya telah diatur per tanggal 8 Oktober 1984 dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan antara Utang dan Modal Sendiri Untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan. Adapun penetapan besarnya perbandingan antara utang dan modal sendiri (debt equity ratio) ditetapkan setinggi-tingginya tiga dibanding satu (3 : 1).
Namun, hanya berselang lima bulan yaitu pada tanggal 8 Maret 1985 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia 254/KMK.01/1985 yang berisi mengenai penangguhan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1002/KMK.04/1984.
Dijelaskan bahwa dengan penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal sendiri untuk keperluan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat dan berlaku umum dikuatirkan akan menghambat perkembangan dunia usaha. Penangguhan yang dimaksud sampai saat yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Kemudian pada 9 September 2015 baru ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang Dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan. Besarnya perbandingan antara utang dan modal ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4:1).
Untuk itu, ketentuan tersebut berlaku mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2016. Ketentuan ini berlaku Wajib Pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang modalnya terbagi atas saham-saham. Adapun pengecualian dari ketentuan perbandingan antara Utang dan Modal dikecualikan dari ketentuan perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud sebelumnya adalah:
– Wajib Pajak bank.
– Wajib Pajak lembaga pembiayaan.
– Wajib Pajak asuransi dan reasuransi.
– Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal.
– Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri.
– Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.
Untuk biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak yaitu sebesar biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal, yang meliputi:
1. Bunga pinjaman;
2. Diskonto dan premium yang terkait dengan pinjaman;
3. Biaya tambahan yang terjadi yang terkait dengan perolehan pinjaman (arrangement of borrowings);
4. Beban keuangan dalam sewa pembiayaan;
5. Biaya imbalan karena jaminan pengembalian utang; dan
6. Selisih kurs yang berasal dari pinjaman dalam mata uang asing sepanjang selisih kurs tersebut sebagai penyesuaian terhadap biaya bunga dan biaya.
Besarnya biaya pinjaman memperhatikan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Selain itu, biaya pinjaman atas utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut harus memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan.(Kelly Pabelasary)