PajakOnline.com—Evaluasi terhadap tren pemulihan ekonomi nasional terhadap pandemi Covid-19 terus dilakukan pemerintah sebelum menjalankan rencana ekstensifikasi atau memperluas objek barang kena cukai (BKC).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengungkapkan, pemerintah masih menunggu momentum yang tepat untuk menerapkan kebijakan ekstensifikasi BKC ini dengan mempertimbangkan fase pandemi ke endemi sesuai usulan pelaku usaha.
“Pandemi dan ke depan menuju endemi menjadi salah satu pertimbangan yang tentunya akan dilihat pemerintah, bagaimana perkembangannya sampai dengan tahun ini?” kata Askolani.
Askolani menjelaskan, terdapat tiga faktor sebagai pertimbangan. Di luar kondisi ekonomi nasional, pemerintah akan mempertimbangkan situasi pandemi dan kebijakan lain yang dilakukan tahun ini.
Penanganan pandemi menjadi kunci untuk pemerintah dalam menjalankan kebijakan di bidang cukai. Sementara, pemerintah juga terus mempertimbangkan kebijakan fiskal lain yang akan diterapkan dan pengaruhnya atas perekonomian nasional. Rencana ekstensifikasi barang kena cukai bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara sebesar-besarnya dengan mempertimbangkan dunia usaha.
UU APBN 2022, target penerimaan cukai Rp203,92 triliun, naik 4,3% atas realisasi tahun lalu. Pemerintah menargetkan penerimaan cukai dari produk plastik sejumlah Rp1,9 triliun dan minuman bergula dalam kemasan Rp1,5 triliun tahun ini.
Rencananya tarif cukai plastik ditentukan Rp30.000 per kilogram atau Rp200 per lembar. Sedangkan, tarif cukai untuk minuman bergula bermacam-macam, di antaranya Rp1.500 per liter pada minuman teh kemasan, Rp2.500 per liter untuk minuman soda,juga Rp2.500 per liter untuk minuman lainnya.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memohon pemerintah agar berhati-hati untuk memilih momentum dalam menerapkan rencana ekstensifikasi barang kena cukai. Pelaku usaha berpendapat, ekstensifikasi BKC bisa dilakukan saat ekonomi telah pulih seutuhnya atau sesudah transisi dari pandemi ke endemi terjadi. (Ridho Rizqullah Zulkarnain)