PajakOnline | Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) meminta pemerintah segera menerbitkan aturan mengenai perpanjangan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen.
Sebelumnya, perpanjangan fasilitas PPh final 0,5 persen yang berlaku hingga akhir tahun 2025 telah diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers pada 16 Desember 2025.
Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld menjelaskan, ketiadaan aturan hingga saat ini menyebabkan adanya ketidakpastian hukum bagi Wajib Pajak orang pribadi yang hendak menunaikan kewajiban pembayaran PPh masa Januari dan Februari 2025. Akibatnya, keterlambatan pembayaran PPh masa dapat menimbulkan berbagai risiko perpajakan, termasuk potensi penurunan penerimaan negara.
“Kami mengharapkan pemerintah segera mengambil langkah untuk menerbitkan ketentuan terkait perpanjangan PPh final 0,5 persen. Jika aturan tersebut diterbitkan sejak awal tahun, maka Wajib Pajak bisa langsung memanfaatkannya mulai Januari 2025,” kata Vaudy dalam keterangannya, dikutip Selasa (18/3/2025).
Menurut Vaudy, perpanjangan ini seharusnya mencakup perubahan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Sebab Pasal 5 PP Nomor 23 Tahun 2018 menegaskan, fasilitas PPh final 0,5 persen hanya bisa dimanfaatkan Wajib Pajak selama tujuh tahun.
“Artinya, Wajib Pajak orang pribadi yang mulai menggunakan fasilitas tersebut sejak 2018 tidak dapat lagi memanfaatkannya mulai Januari 2025, kecuali jika ada peraturan baru yang memperpanjang masa berlaku fasilitas tersebut,” jelas pemegang sertifikasi Ahli Kepabeanan dan Kuasa di Pengadilan Pajak ini.
Vaudy mengatakan ketiadaan aturan perpanjangan insentif hingga Maret 2025 ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Wajib Pajak.
“Wajib Pajak orang pribadi dengan peredaran bruto di bawah Rp500 juta, yang sebelumnya dibebaskan dari kewajiban PPh berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan PP Nomor 55 Tahun 2022, akan menghadapi kebingungan dalam melaksanakan kewajibannya,” ujarnya.
Selain itu, Wajib Pajak juga dihadapkan dengan kebingungan mengenai kewajiban penyampaian penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang harus disampaikan paling lama akhir Maret 2025.
“Kebingungan bagi Wajib Pajak orang pribadi dengan jumlah peredaran bruto tertentu itu, apakah di 2025 masih tetap menggunakan fasilitas PPh 0,5 persen final, kembali ke NPPN, atau pembukuan? Di sisi lain, Wajib Pajak tersebut diperhadapkan dengan kewajiban menyampaikan pilihan tersebut paling lama tiga bulan setelah berakhirnya tahun pajak,” ungkap Vaudy.
“Kami berharap regulasi ini dapat segera diterbitkan sesuai dengan paket kebijakan stimulus ekonomi yang diumumkan oleh pemerintah sendiri,” pungkas Vaudy.
Baca Juga: