PajakOnline.com—Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJ) Mahendra Siregar mengungkap modus pencucian uang melalui aset digital seperti aset kripto berpotensi merugikan negara Rp139 triliun.
Mahendra mengaku sebagai anggota tim Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), maka OJK tentunya akan memantau terkait dengan indikasi tersebut. “Pada gilirannya nanti kami sebagai anggota Tim TPPU ini punya kewenangan untuk memantau hal-hal tadi termasuk juga apakah penggunaannya beririsan dengan pemakaian rekening atau jasa dari lembaga jasa keuangan,” kata Mahendra dalam keterangannya kepada wartawan, dikutip Kamis (18/4/2024).
Mahendra mengatakan lembaga pengawas keuangan itu juga masih mendalami lebih lanjut soal tata kelola aset kripto dan aset digital lainnya. Mengingat, sejauh ini aset-aset tersebut masih tergolong sebagai instrumen keuangan dengan gaya baru.
“Sebenarnya esensinya tidak berbeda cuma terkait dengan digital asset dan kripto tentu sebagai produk baru kami perlu pahami lebih baik mengenai faktor risiko yang muncul di situ,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengungkapkan terdapat ancaman baru pencucian uang gaya yang menggunakan teknologi digital. Mulai dari aset virtual macam kripto dan NFT, aktivitas lokapasar, electronic money, hingga kecerdasan buatan atau AI.
Secara khusus Jokowi menyoroti data soal pencucian uang lewat aset kripto. Berdasarkan data Crypto Crime Report ada indikasi pencucian uang dari aset kripto senilai USD8,6 miliar atau setara Rp139 triliun secara global.
“Teknologi sekarang ini cepat sekali berubah, bahkan data Crypto Crime Report menemukan ada indikasi pencucian uang melalui aset kripto, ini sebesar USD8,6 miliar pada 2022. Ini setara dengan Rp139 triliun, secara global. Bukan besar tapi sangat besar sekali,” kata Jokowi dalam acara Peringatan 22 Tahun Gerakan APU-PPT di Istana Negara, Rabu (17/4/2024).