PajakOnline.com—Dasar hukum PBB merupakan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 dan diperbarui dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRB). Adapun beberapa peraturan yang tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) maupun peraturan gubernur (pergub) dari masing-masing daerah sebagai peraturan pelaksanaannya.
Sesuai dengan UU PDRB, PBB adalah pajak atas bumi dan bangunan yang dimiliki serta dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Berdasarkan PMK Nomor 208/PMK.07/2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara sah. Jika tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Dalam PMK Nomor 208 Tahun 2018, NJOP diperoleh melalui proses penilaian yang dibedakan menjadi:
– NJOP bumi, yakni hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi.
– NJOP bangunan objek pajak umum, yakni hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.
– NJOP bangunan objek khusus, yakni hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.
Sedangkan, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yaitu batas NJOP yang tidak kena pajak. NJOPTKP digunakan untuk menentukan besar PBB dengan cara mengurangkan dari jumlah NJOP. Demikian, dalam penetapan besarnya PBB terutang setiap Wajib Pajak akan diberikan NJOPTKP.
Namun, setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu tahun pajak. Jika Wajib Pajak memiliki beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lain.
Adapun besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah kabupaten/kota berbeda-beda tergantung kondisi perekonomian masing-masing daerah, namun tetap pada batas bawah yang ditetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta yang ditetapkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) dari setiap provinsi dengan mempertimbangkan pendapatan pemerintah daerah setempat.
Sementara itu, dari masing-masing daerah biasanya menelaah NJOPTKP kabupaten dan/atau kota setiap tiga tahun sekali. Kemudian, untuk objek pajak tertentu dalam penetapan NJOPTKP biasanya dilakukan setiap tahun sesuai dengan perkembangan masing-masing wilayah.(Kelly Pabelasary)