PajakOnline| Pemerintah mempercepat pembenahan kebijakan perpajakan dan pungutan terkait batubara sebagai bagian dari strategi memperkuat basis penerimaan negara di tengah tantangan fiskal dan dinamika pasar komoditas global.
Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan kontribusi sektor batubara terhadap penerimaan negara sekaligus memperbaiki tata kelola fiskal yang berkeadilan.
Langkah terbaru yang disiapkan pemerintah adalah penerapan pungutan ekspor batubara yang akan diberlakukan mulai tahun 2026.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengonfirmasi bahwa pungutan tersebut akan berkisar antara 1 % hingga 5 % dari nilai ekspor, tergantung pada kualitas batubara yang diekspor.
“Jadi 1-5% itu nanti harusnya dari nilai (ekspor) kan karena per ton bisa beda-beda. Mungkin nanti bisa kalori sekian dapat tarif sekian, tapi pada akhirnya per value kan,” kata Menkeu Purbaya.
Kebijakan ini diproyeksikan dapat menambah penerimaan negara sekitar Rp20 triliun per tahun, sebagai kompensasi atas kelebihan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang selama ini membebani APBN.
Penerapan pungutan ekspor ini muncul setelah pemerintah mencatat adanya ketidakseimbangan dalam skema PPN batubara, di mana fasilitas restitusi PPN untuk komoditas tersebut diperkirakan menyebabkan kerugian fiskal hingga sekitar Rp25 triliun per tahun.
Restitusi PPN Batu Bara, Pemerintah Rugi Rp25 Triliun per Tahun?
Hal tersebut disampaikan Menkeu Purbaya yang mengungkapkan adanya kebijakan fiskal yang selama ini ternyata membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ia menyebut negara menanggung kerugian hingga Rp25 triliun per tahun akibat skema perpajakan yang berlaku setelah Undang-Undang Cipta Kerja 2020 diberlakukan.
“Jadi pada waktu Undang-Undang Cipta Kerja diterapkan, jadi menguat status batubara dari non barang kena pajak menjadi barang kena pajak (BKP), akibatnya industri batubara bisa meminta restitusi PPN ke pemerintah. Itu sekitar Rp25 triliun per tahun,” kata Purbaya dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (8/12/2025).
Istilah restitusi merujuk pada mekanisme pengembalian PPN yang dibayar di muka jika kredit pajak melebihi kewajiban yang terutang, fenomena yang dinilai menciptakan celah dalam pungutan pajak batubara.
Ketua Tax Payer Community (Masyarakat Pembayar Pajak Indonesia) Abdul Koni mengatakan, kalau negara merasa dirugikan saat berlakunya UU Cipta kerja ini karena restitusi PKP Batu Bara, berarti selama ini justru PKP Batu Bara telah lama menderita kerugian.
“Pengusaha terbebani dengan Beban PPN saat perolehan BKP atau JKP, dimana kalau PKP (Pengusaha Kena Pajak) lain dapat mengkreditkan PPN nya atau dapat meminta restitusi atas PPN Masukannya, Pengusaha Batu Bara tidak dapat meminta hak itu, justru dibebankan sebagai biaya yang artinya “dipaksa” membayar kepada negara sejumlah PPN masukan tersebut,” kata Koni.
Menurut Koni, Menteri Keuangan perlu menelaah lebih lanjut pernyataannya, apakah benar yang dinyatakan tersebut sebagai kerugian negara, atau justru selama ini menunjukkan bahwa Negara lah yang telah merugikan pengusaha Batu Bara.
“Restitusi PPN adalah hak yang diatur dalam mekanisme pemungutan PPN yang diatur dalam undang-undang.
Harusnya bisa berlaku umum termasuk bagi pengusaha Batu Bara,” kata Koni.
Data terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba) terhadap penerimaan pajak nasional tetap signifikan, dengan realisasi mencapai Rp43,3 triliun sepanjang Januari hingga November 2025. Dari angka tersebut, kontribusi batubara sendiri mencapai sekitar Rp7,8 triliun, sementara sisanya berasal dari mineral lain seperti tembaga dan nikel.
Selain pungutan ekspor, pemerintah juga melakukan penyesuaian tarif royalti dan PNBP melalui sejumlah peraturan pemerintah yang mulai berlaku pada 26 April 2025. Peraturan ini mencakup pembaruan atas PP Nomor 15 Tahun 2022 menjadi PP Nomor 18 dan 19 Tahun 2025, yang dirancang untuk memberikan kepastian hukum dan memperkuat penerimaan negara dari sektor minerba, termasuk batu bara.

































