PajakOnline.com—Dalam dunia perpajakan, repatriasi berhubungan dengan program pengampunan pajak atau tax amnesty. Istilah repatriasi harta tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/PMK.03/2016 dalam bentuk formulir surat pernyataan harta bersih yang terdapat di luar negeri, namun belum juga dilaporkan pada SPT PPh terakhir.
Arti repatriasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yakni pemulangan kembali seseorang ke Tanah Airnya atau negeri asalnya. Dalam konteks lebih luas, Cambridge Dictionary mendefinisikan repatriasi sebagai tindakan untuk mengirim dan membawa seseorang atau terkadang uang dan properti lainnya untuk kembali ke negara tempatnya atau negara tempat barang itu berasal.
Sementara itu, dalam konteks keuangan dan pajak, repatriasi umumnya mengacu pada transfer modal atau penghasilan dari penanaman modal asing ke negara tempat penanaman modal dilakukan.
Repatriasi juga dapat dijelaskan sebagai kecenderungan pada transfer penghasilan oleh tenaga kerja asing yang bekerja di luar negeri kepada negara asalnya. Repatriasi ini dapat dipengaruhi oleh peraturan pengendalian valuta asing atau karena pemotongan pajak.
Dalam dunia perpajakan di Indonesia, arti dari repatriasi adalah proses pengembalian akumulasi penghasilan yang berupa aset dan harta dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke dalam wilayah NKRI.
Repatriasi ialah dana yang kembali ke Indonesia dan diinvestasikan di dalam negeri. Artinya, repatriasi ini dapat menjadi bukti konkrit perwujudan rasa nasionalisme seorang warga negara Indonesia. Penghasilan yang dicari di Indonesia, sebaiknya diinvestasikan kembali ke Indonesia yang diharapkan dapat mensejahterakan bangsa itu sendiri. Hal itu menjelaskan mengapa repatriasi dalam tax amnesty mewajibkan harta yang telah dikembalikan dan ditanamkan kembali dalam bentuk investasi di Indonesia minimal selama 3 tahun.
Jenis aset dan harta repatriasi ini memiliki berbagai jenisnya. Bentuk dari aset dan harta yang dimaksud pun dapat berupa rekening tabungan, kendaraan bermotor, uang tunai, properti (tanah dan rumah), surat berharga, logam mulia, dan lainnya.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki aturan tersendiri mengenai repatriasi ini terutama tentang tarif yang akan dikenakan. Tarif ini terbagi menjadi tiga periode tax amnesty, yaitu tarif 4% untuk periode pertama, tarif 6% untuk periode kedua, dan tarif 10% untuk periode ketiga.
DJP pun memberikan persyaratan rangkaian tahapan lanjutan setelah Warga Negara Indonesia (WNI) memulangkan hartanya ke dalam negeri. Hal ini diterapkan, selain penyetoran tarif pajak di atas sesuai periodenya. Maka, DJP memberikan syarat bahwa harta wajib pajak yang direpatriasi harus diinvestasikan ke dalam negeri selama 3 tahun sejak dialihkan dalam bentuk-bentuk berikut ini:
Investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha
Surat berharga Negara Kesatuan Republik Indonesia
Obligasi Badan Usaha Milik Negara
Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah
Obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah
Obligasi perusahaan swasta yang aktivitas dagangnya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Bentuk investasi lainnya yang resmi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah harta diinvestasikan pada negara selama tiga tahun, selanjutnya harta yang diserahkan oleh wajib pajak tidak dapat dialihkan ke luar negeri selama 3 tahun sejak penerbitan Surat Keterangan Pengampunan Pajak.
Terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak, jika ingin melakukan repatriasi harta dari luar negeri ke dalam negeri. Ketentuan ini tercantum dalam PMK Nomor 196/PMK.03 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela.
Pengalihan harta dari luar negeri ke dalam negeri ini dijelaskan memiliki batasan waktu, dimana dilakukan paling lambat 30 September 2022 melalui bank. Harta yang dialihkan ke dalam wilayah Indonesia melalui bank sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pada bidang perbankan.
Kemudian, pada ayat 3 pun dijelaskan pemerintah mengatur kurun waktu pengalihan harta atau holding period, yaitu paling singkat selama 5 tahun. Holding period ini berlaku untuk aset deklarasi dalam negeri.
Sehubungan dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), definisi repatriasi tidak disebutkan dalam UU No.7/2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP). Adapun dalam aturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.196/2021.
Istilah repatriasi ini tercantum pada contoh format surat pemberitahuan pengungkapan harta atau SPPH pada lampiran PMK 196/2021. Repatriasi inilah yang menjadi istilah untuk kegiatan peralihan nilai harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke dalam wilayah NKRI.
Berdasarkan PMK 196/2021, harta merupakan akumulasi tambahan kemampuan ekonomis yang berupa seluruh kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud, baik yang digunakan untuk usaha ataupun tidak untuk usaha, baik bergerak ataupun tidak bergerak, baik yang ada di dalam ataupun di luar wilayah NKRI.
Sementara itu, harta bersih ialah nilai harta yang dikurangi dari nilai utang. Dengan demikian, pada konteks Program Pengungkapan Sukarela, pengertian repatriasi atau repatriasi harta ialah proses pengalihan harta bersih dari luar wilayah NKRI menuju ke dalam wilayah NKRI.
Pengalihan harta bersih ke dalam wilayah NKRI dijalankan dalam jangka waktu paling singkat selama lima tahun dihitung sejak penerbitan Surat Keterangan atas harta bersih yang tidak dapat dialihkan keluar wilayah NKRI.
Bagi wajib pajak yang menyatakan telah menginvestasikan Harta Bersih pada kegiatan sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI atau SBN, wajib untuk menginvestasikan Harta Bersih paling lambat 20 September 2023 dan investasi wajib dilakukan minimal 5 (lima) tahun sejak diinvestasikan, investasi disini pun dapat dilakukan perpindahan dari satu investasi ke investasi lainnya.
Kegiatan Investasi Harta Bersih
1. Sektor Pengolahan Sumber Daya Alam
Investasi harga bersih dalam kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam dan sektor energi terbarukan dalam wilayah NKRI dilakukan dengan berupa pendirian usaha baru atau penyertaan modal pada perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana atau pemesanan melalui efek yang terlebih dahulu (right issues).
Kegiatan sektor pengolahan SDA ini merupakan kegiatan pengolahan bahan baku SDA yang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang menambah nilai bahan baku SDA. Kegiatan usaha sektor ini menjadi tujuan investasi harta bersih yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Surat Berharga Negara (SBN)
Apabila wajib pajak menginvestasikan harta bersih dalam SBN, maka harus memenuhi syarat investasi pada SBN yang dilaksanakan melalui transaksi pembelian SBN di pasar perdana dan dilaksanakan dengan cara Private Placement lewat dealer utama.
Wajib pajak yang menyatakan melakukan investasi pada SBN dan mengalihkan harta bersihnya ke dalam wilayah NKRI, maka memiliki ketentuan berikut:
Pengalihan harta dalam mata uang asin pembelian SBN dilakukan dengan mata uang rupiah atau mata uang asing dalam bentuk dolar Amerika Serikat
Pengalihan harta dalam mata uang rupiah pembelian SBN hanya dapat dilakukan dengan mata uang rupiah.