PajakOnline | Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan masih mempelajari dan mendalami perihal Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025 yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan, DJP akan mendalami rencana tersebut. “Terima kasih atas bantuannya menjelaskan kepada masyarakat,” kata Dwi.
Rencana adanya Tax Amnesty Jilid III tersebut cukup menyita perhatian publik. Ketua Tax Payer Community Abdul Koni menilai Tax Amnesty Jilid III kontraproduktif dengan upaya DJP dalam meningkatkan kepatuhan pajak.
“Tax Amnesty Jilid III malah berpotensi menurunkan tingkat kepatuhan pajak. Sebab, terjadi inkonsistensi dalam penegakkan hukum terhadap sanksi-sanksi yang seharusnya diterapkan dan dijalankan paska Tax Amnesty Jilid I ataupun Tax Amnesty Jilid II (Program Pengungkapan Sukarela/PPS),” kata Koni, mantan pemeriksa DJP kepada PajakOnline, hari ini.
Menurut Koni, Tax Amnesty Jilid III akan menjadi preseden buruk bagi kepatuhan perpajakan di Indonesia.Pengampunan pajak yang dilakukan secara berulang kali berpotensi menciptakan persepsi yang keliru di kalangan Wajib Pajak, terutama yang awam dengan aturan perpajakan. “Ibaratnya ngapain lapor pajak sekarang, nanti juga ada Tax Amnesty lagi,” kata Koni.
Koni menjelaskan, Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang dilaksanakan berulang kali dapat merusak fondasi kepatuhan pajak.
“Mungkin karena Tax Amnesty Jilid I dan II atau PPS dianggap tidak sukses oleh pemerintah makanya diulang lagi pada jilid III mendatang sebagai upaya pengumpulan data (collecting) wajib pajak dan menambah penerimaan pajak (dari hasil tebusan Tax Amnesty) tahun depan,” kata Koni.
Dalam perencanaannya dulu, tax amnesty punya sasaran utama untuk profiling wajib pajak, sehingga menggali potensi penerimaan tahun-tahun berikutnya karena yang tadinya mengemplang pajak, kemudian bisa ditagih pajaknya secara taat.
Namun hal tersebut ternyata gagal dilakukan dalam tax amnesty jilid I dan II, dan sekarang malah digunakan untuk mencari tambahan penerimaan negara.
“Kalau tax amnesty berulang kali dilakukan, pengemplang pajak bisa menganggap enteng, mengabaikan sanksi hukumnya, karena bisa memprediksi tax amnesty akan kembali lagi dan lagi,” pungkas Koni.