PajakOnline.com—PajakPemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan ketentuan baru berkaitan penggunaan tanda-tangan elektronik oleh Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban atau mengurus pajak secara elektronik.
Ketentuan baru tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 63/PMK.03/2021. Beleid ini juga merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2011 s.t.d.d Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021.
Sesuai Pasal 3 ayat (2) PMK 63/2021, dokumen elektronik yang digunakan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik ditandatangani Wajib Pajak dengan menggunakan tanda-tangan elektronik.
Tanda-tangan elektronik pada PMK ini adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang digunakan sebagai alat autentikasi dan verifikasi.
Dalam Pasal 3 ayat (3) PMK 63/2021, tanda tangan elektronik dapat berupa tanda tangan elektronik tersertifikasi dan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi.
Tanda tangan elektronik tersertifikasi merupakan tanda tangan yang dibuat dengan menggunakan sertifikat elektronik (sertel). Adapun, sertifikat elektronik adalah sertifikat yang diterbitkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik instansi seperti untuk ASN, TNI, Polri atau non-instansi.
Sertel bisa diperoleh dengan mengajukan permohonan penerbitan sertifikat elektronik kepada salah satu penyelenggara sertifikasi elektronik melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang terintegrasi dengan laman penyelenggara sertifikat elektronik yang telah ditunjuk.
Kemudian, tata cara pengajuan permohonan penerbitan sertifikat elektronik dan masa berlaku sertifikat elektronik ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.
Tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi merupakan tanda tangan elektronik yang dibuat dengan menggunakan kode otoritas DJP yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Kode otoritas DJP bisa diperoleh dengan mengajukan permohonan penerbitan kode otoritas DJP kepada Direktorat Jenderal Pajak. Adapun, permohonan kode otoritas DJP bisa diajukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP atau secara terpisah setelah Wajib Pajak memperoleh NPWP.
Ketentuan Permohonan Kode Otoritas DJP
Kode otoritas DJP diartikan sebagai alat autentikasi dan verifikasi yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam pengajuan permohonan penerbitan kode otoritas DJP secara elektronik, Wajib Pajak harus mengisi formulir permohonan kode otoritas DJP. Lalu, Wajib Pajak menyampaikan alamat email dan nomor telepon seluler aktif. Wajib Pajak juga melakukan kegiatan untuk autentikasi dan verifikasi identitas.
Berdasarkan permohonan yang diajukan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak nantinya akan melaksanakan penelitian administrasi atas kelengkapan data Wajib Pajak serta pengujian autentikasi dan verifikasi atas identitas Wajib Pajak.
Apabila permohonan diterima, maka Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak akan memberikan kode otoritas DJP dan menerbitkan Surat Keterangan Penerbitan Kode Otoritas DJP kepada Wajib Pajak. Namun, apabila permohonan ditolak, maka Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Penolakan Penerbitan Kode Otoritas DJP.