PajakOnline.com—Pengusaha kena pajak (PKP) bisa mengkreditkan pajak masukan (PM) atas perolehan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) sebelum dikukuhkan sebagai PKP. Namun, ada
persyaratan yang harus dipenuhi.
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 65 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18 Tahun 2021. Skema pengkreditan pajak masukan yang diatur dalam peraturan tersebut hanya berlaku terhitung sejak pengusaha sudah seharusnya dikukuhkan sebagai PKP sampai dengan sebelum pengusaha akhirnya dikukuhkan sebagai PKP.
Pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran yang seharusnya dipungut oleh pengusaha sebelum dikukuhkan sebagai PKP.
“Pajak masukan dihitung menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan sebesar 80% dari pajak keluaran yang seharusnya dipungut oleh PKP,” demikian kutipan Pasal 65 ayat (4) PMK 18/2021.
Selanjutnya, pedoman pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur pada ayat (4) di atas diberlakukan untuk masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang dilakukan melalui 2 cara.
Pertama, penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Kedua, penetapan kewajiban PPN melalui pemeriksaan.
PPN yang tercantum dalam faktur pajak dan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak untuk suatu masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Pelaporan SPT Masa PPN memang dimulai sejak pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Namun, Pasal 5 PMK 197/2013 memungkinkan DJP untuk menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai PKP.
Berdasarkan Pasal 67 PER-04/PJ/2020, STP dan SKP tersebut bisa terbit apabila DJP memperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi wajib pajak.
Risiko penerbitan STP dan SKP ini lebih tinggi apabila penerbitan NPWP atau pengukuhan PKP dilakukan secara jabatan oleh Dirjen Pajak.