PajakOnline.com—Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini kondisi ekonomi global sedang berada pada tren pelemahan, yang memberikan dampak terhadap kinerja ekspor dan impor selama tahun 2023. Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan. Perlambatan ini akan berdampak pada kinerja dan target dalam Anggaran Pendatapan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
“Ekspor Indonesia terlihat adanya perlambatan, ini memengaruhi kinerja APBN,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi Juli 2023.
Pada semester I/2023 pendapatan bea keluar terkontraksi hingga 77% berbanding dari periode yang sama pada 2022 atau anjlok dari Rp23,1 triliun menjadi hanya Rp5,3 triliun.
Sementara itu, penurunan bea keluar ini disebabkan harga komoditas ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang lebih rendah dan komoditas batu bara. Selain itu, turunnya volume ekspor tembaga dan bauksit serta menurunnya tarif bea keluar produk mineral sebagai dampak dari hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Sri Mulyani mengatakan, kinerja ekspor terhambat menurunnya permintaan di pasar global. Terlihat dari PMI manufaktur pada Juni 2023 di negara G20 dan Asean-6, di mana 61,9% terkontraksi (di bawah 50). Hanya Indonesia, Turki, dan Meksiko yang berstatus ekspansi akselerasi.
“Dengan ekonomi dunia melemah, permintaan menurun dan harga komoditas terkoreksi, tren dari ekspor mengalami penurunan dari growth double digit, sekarang kontraksi,” kata Menkeu.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Juni 2023 turun cukup dalam sebesar 21,18% secara tahunan atau year-on-year (yoy). Terutama pada sektor migas dan nonmigas, baik secara tahunan maupun bulanan, seiring dengan penurunan harga komoditas ekspor unggulan.
Hal serupa terjadi pada nilai impor yang juga mengalami penurunan cukup dalam hingga 18,3% (yoy), setelah mengalami kenaikan pada bulan sebelumnya. Penurunan nilai impor terjadi pada kelompok migas dan nonmigas.
Meskipun terjadi pelemahan pada ekspor dan impor tetapi kinerja neraca perdagangan tetap terjaga. Sebab dengan surplus sebesar USD 3,45 miliar menunjukan bahwa neraca perdagangan sudah surplus 38 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Ini adalah sebuah prestasi karena kalau kita lihat 38 bulan berturut-turut, neraca perdagangan kita surplus dan memengaruhi penguatan sektor neraca pembayaran atau external balance kita,” kata Sri Mulyani.
Meski demikian, kinerja perdagangan luar negeri pada 2023 berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kontribusinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai target 5,3 persen pada akhir tahun ini.(Kelly Pabelasary)