PajakOnline | Realisasi penerimaan negara terjun bebas hingga Februari 2025. Penerimaan pajak bahkan jatuh sampai 30%. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan penerimaan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun. Untuk sektor pajak, realisasinya sebesar Rp187,8 triliun.
“Penerimaan pajak Rp187,8 triliun atau 8,6% dari target,” kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi Maret 2025, Kamis (13/3/2025).
Penerimaan negara hingga Februari 2025 turun hingga 21,48%. Penurunan ini jauh lebih dalam dibandingkan tahun lalu yang hanya 4,52%.
Kontraksi terbesar terjadi pada penerimaan pajak. Data Kemenkeu menunjukkan penerimaan pajak hingga Februari 2025 anjlok 30%. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan tahun lalu (year on year) yang hanya turun 3,93%.
Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai masih tumbuh 2,14%. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp76,4 triliun atau turun 4,15%.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, penurunan penerimaan negara ini menandakan adanya penurunan daya beli masyarakat dan krisis administrasi perpajakan akibat Coretax.
“Harus diakui bahwa salah satu biang keladi anjloknya penerimaan pajak adalah permasalahan implementasi Coretax, sistem administrasi perpajakan yang diluncurkan per 1 Januari 2025,” kata Achmad Nur Hidayat dalam keterangannya, dikutip Kamis (13/3/2025).
Sistem Coretax yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan optimalisasi penerimaan pajak, malah menjadi hambatan besar bagi pengumpulan penerimaan negara.
Akibat Coretax bermasalah, banyak wajib pajak mengeluh dan protes tidak dapat menyetor, melapor, atau mengakses layanan pajak.Akibatnya penerimaan yang seharusnya dibukukan pada Januari 2025 tertunda atau bahkan gagal masuk ke kas negara.
Bahkan, permasalahan Coretax dinilai dapat berdampak luas pada stabilitas sosial dan ekonomi nasional. “Ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan persoalan mendasar yang mengancam keberlangsungan fiskal negara. Ketika sistem perpajakan gagal berfungsi optimal, basis penerimaan negara lumpuh, dan pemerintah tidak memiliki ruang fiskal untuk menjalankan program-program prioritas,” katanya.
Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai yang tercatat naik 14,75 persen menjadi Rp26,29 triliun, dinilai tidak cukup kuat untuk menopang fiskal.
Sebab, proporsi penerimaan dari bea dan cukai hanya sekitar 15 persen dari total penerimaan perpajakan nasional. Artinya, meski sektor ini tumbuh, tidak akan mampu menutup lubang akibat penerimaan pajak yang terjun bebas.
“Kita tahu bahwa rasio pajak Indonesia masih rendah, sekitar 10,4 persen PDB, yang berarti ketergantungan pada sektor pajak penghasilan, PPN, dan sektor domestik sangat tinggi,” ungkapnya. “Ketika sistem administrasi seperti Coretax error, penerimaan utama negara otomatis terganggu, dan ini akan langsung menekan likuiditas APBN,” katanya.
Sebelumnya dalam pemberitaan media ini, Ketua Tax Payer Community Abdul Koni mengatakan, permasalahan Coretax telah menghambat secara signifikan bisnis para wajib pajak.
“Sebenarnya yang menjadi masalah bukan hanya terkait sanksi yang akhirnya DJP menjawab tidak ada sanksi akibat permasalahan Coretax, tetapi yang tidak bisa diganti kerugian dialami wajib pajak adalah saat transaksi terganggu karena faktur pajak tidak bisa terbit, misalnya:
1. Invoice atau tagihan jadi terlambat karena faktur sebagai lampiran belum bisa diterbitkan. Hal ini mengganggu cashflow usaha atau bisnis wajib pajak.
2. Ada sebagian wajib pajak juga membutuhkan laporan PPN sebagai syarat ikut tender, karena kendala faktur dan laporan PPN yang bermasalah, wajib pajak tidak bisa ikut tender.
“Ini yang DJP tidak sadari, bukan cuma sekadar sanksi tapi dampak secara bisnis juga luar biasa. Itulah kenapa banyak wajib pajak marah, bukan karena takut sanksi pajaknya tetapi sangat berpengaruh kepada bisnisnya,” kata Koni kepada media PajakOnline, Senin (10/2/2025).
Koni mengatakan, wajib pajak sangat dirugikan, baik secara material maupun kerugian administrasi karena Coretax bermasalah ini. Sangat disayangkan kalau DJP sampai luput perhatiannya terhadap hal ini atau sampai tidak tahu alasan wajib pajak marah atau kecewa.
Menurut Koni, penerimaan pajak pastinya terdampak, apalagi bagi masing-masing pengusahanya. “Cashflow pengusaha terhambat, bahkan ada potential kehilangan pendapatan atau projectnya,” kata Koni.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menyampaikan permohonan maaf karena permasalahan Coretax ini.
“Bersama ini kami dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh wajib pajak atas terdapatnya kendala–kendala yang terjadi dalam penggunaan fitur-fitur layanan Coretax DJP yang menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan dan keterlambatan layanan administrasi perpajakan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti dalam keterangan tertulis.
Dwi menyebutkan, investigasi mendalam terus dilakukan untuk memastikan penyebab utama dari gangguan tersebut. Menurutnya, DJP juga telah mengaktifkan kanal-kanal komunikasi seperti hotline dan pusat bantuan (helpdesk) untuk membantu wajib pajak yang mengalami kendala secara langsung.
Pengadaan Coretax Dilaporkan ke KPK

Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) melaporkan dugaan korupsi pengadaan Coretax DJP yang menghabiskan anggaran Rp1,3 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami hari ini melaporkan tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Coretax, sistem yang memakan anggaran Rp1,3 triliun lebih,” kata Ketua Umum IWPI Rinto Setiyawan dari keterangan resminya.
Rinto menyampaikan, IWPI telah menyerahkan sejumlah bukti terjadinya dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tahun anggaran 2020–2024.
“Tadi diterima di Dumas (pengaduan masyarakat) II, kami menyerahkan laporan 1 bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan aplikasi Coretax,” katanya.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah mempersilakan bagi pihak yang mengetahui adanya dugaan korupsi pengadaan coretax melapor ke pihaknya.
“Itu akan menjadi salah satu perhatian, kalau memang ada dugaan korupsi di situ. Ya, kita mengimbau kepada pihak-pihak yang mengetahui untuk bisa melaporkan,” kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada wartawan.
“Karena korupsi ini menjadi salah satu perhatian penting ya bagi presiden kita, Bapak Prabowo. Dan menyangkut di hampir semua lini, itu yang menjadi concern Beliau,” pungkasnya