PajakOnline.com—Dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan, wajib pajak memiliki hak–hak yang harus dipenuhi. Pada umumnya, hak–hak wajib pajak ini termasuk dalam ruang lingkup ketentuan formal yang diatur pada UU KUP. Namun, UU PBB juga mengatur hak–hak wajib pajak dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban PBB, yakni tepatnya pada UU nomor 12 tahun 1985 s.t.d.d. UU nomor 12 tahun 1994.
Berikut hak wajib pajak dalam pelaksanaan PBB tersebut, di antaranya:
1. Pembatalan Penetapan Status Subjek/Wajib Pajak
Jika subjek pajak yang ditunjuk atas suatu objek pajak PBB merasa keberatan atas penunjukan tersebut, maka Ia berhak mengajukan permohonan tertulis kepada Dirjen Pajak. Adapun keterangan tertulis tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 1 bulan sejak Surat keterangan penetapan subjek pajak diterima oleh subjek pajak. Kemudian, Dirjen pajak akan memberikan keputusan maksimal 1 bulan sejak diterimanya permohonan.
2. Keberatan PBB
Atas produk hukum berupa SPPT atau SKP PBB yang berisi PBB terutang yang harus dilunasi, wajib pajak dapat mengajukan keberatan. Sama dengan keberatan yang diatur pada UU KUP, keberatan PBB dilakukan terhadap materi penetapan besarnya PBB terutang yang terdapat pada SPPT atau SKP PBB. Keberatan PBB diajukan kepada Dirjen Pajak melalui kepala KPP pengadministrasi objek pajak yang diajukan keberatan.
3. Pengurangan PBB
a. Sebab pemberian
Pengurangan PBB dapat diberikan terhadap suatu objek pajak karena dua alasan, yakni:
1) Kondisi tertentu objek pajak PBB yang ada hubungannya dengan wajib pajak, jika wajib pajak mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada tahun sebelum tahun pengajuan permohonan pengurangan PBB. Untuk itu, wajib pajak harus menunjukkan/membuktikan kondisinya.
Kerugian komersial ditunjukkan dengan laporan keuangan/pencatatan yang dilampirkan dalam SPT tahunan PPh. Sedangkan kesulitan likuiditas ditunjukkan dengan ketidakmampuan membayar utang jangka pendek dengan kas yang diperoleh wajib pajak dari usaha.
2) Objek PBB terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa, ruang lingkup bencana alam disini adalah bencana yang diakibatkan serangkaian peristiwa alami seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, angin topan, tanah longsor, dan sebagainya. Sedangkan sebab lain yang luar biasa antara lain kebakaran, wabah penyakit, kerusuhan, perampokan, dan sebagainya.
b. Produk hukum dan besaran pengurangan PBB, Pengurangan PBB dapat diajukan oleh wajib pajak atas produk hukum berupa SPPT, SKP PBB, dan SPT PBB. Adapun pengurangan PBB diberikan maksimal 75% dari jumlah PBB terutang dalam produk hukum jika wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan dengan alasan kerugian dan kesulitan likuiditas.
Sedangkan bagi wajib pajak yang mengajukan permohonan pengurangan dengan alasan bencana alam atau sebab lain yang luar biasa, pengurangan PBB diberikan maksimal 100% dari jumlah PBB terutang dalam produk hukum terkait.
c. Prosedur pengajuan permohonan, Wajib pajak harus mengajukan permohonan pengurangan PBB kepada Menteri Keuangan melalui kepala KPP pengadministrasi objek pajak.
Dengan begitu, Kepala Kanwil DJP akan memproses dengan melakukan pengujian dan penelitian. Keputusan akan diterbitkan dalam jangka waktu maksimal 4 bulan sejak tanggal diterimanya permohonan.
d. Ketentuan lain
Untuk PBB sektor pertambangan minyak dan gas bumi serta PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, terdapat ketentuan khusus mengenai pengurangan PBB. Pengurangan PBB dapat diberikan sebesar 100% dari PBB terutang untuk objek pajak berupa tubuh bumi pada kedua sektor tersebut dengan syarat:
– Kegiatan usaha masih dalam tahap eksplorasi.
– Menandatangani kontrak kerja sama (KKS) setelah Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010 untuk PBB sektor migas atau memiliki izin untuk melakukan pengusahaan panas bumi setelah berlakunya UU nomor 21 tahun 2014 untuk PBB sektor pabum.
– Menyampaikan SPOP.
– Melampirkan surat rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha migas atau pabum yang menyatakan bahwa objek masih pada tahap eksplorasi.
Untuk sektor migas, pengurangan PBB dapat diberikan setiap tahun untuk jangka waktu maksimal 6 tahun sejak ditandatanganinya KKS migas, dan dapat diperpanjang hingga 4 tahun berdasarkan surat rekomendasi menteri.
Sedangkan untuk sektor pabum, pengurangan PBB dapat diberikan setiap tahun untuk jangka waktu maksimal 5 tahun sejak tanggal izin panas bumi diterbitkan, dan dapat diperpanjang hingga 2 tahun berdasarkan surat rekomendasi menteri.
4. Pengurangan Denda Administrasi
a. Sebab Pemberian
Atas permintaan dari wajib pajak, Dirjen pajak dapat memberikan pengurangan denda administrasi dengan sebab tertentu:
– Denda dikenakan karena kealpaan/ketidaksengajaan wajib pajak.
– Denda dikenakan bukan karena kesalahan wajib pajak.
– Wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas pada tahun sebelum tahun pengajuan permintaan pengurangan denda administrasi.
– Terjadi bencana alam atau kejadian luar biasa lainnya yang menyebabkan wajib pajak tidak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya.
– Terjadi hal lain berdasar pertimbangan Dirjen Pajak.
b. Produk hukum, Pengurangan denda administrasi dapat diberikan terhadap denda administrasi sebesar 25% dalam SKP atau denda administrasi sebesar 2% per bulan dalam STP PBB.
c. Prosedur pengajuan permohonan, Wajib pajak harus mengajukan permohonan pengurangan denda administrasi PBB kepada Dirjen Pajak melalui kepala KPP pengadministrasi objek pajak.(Kelly Pabelasary)