PajakOnline.com—Indonesia merencanakan 15 proyek potensial teknologi energi untuk penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS) serta pemanfaatan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Utilisation and Storage/CCUS), dengan target operasi dari tahun 2026 hingga 2030.
Teknologi CCS/CCUS adalah bentuk penerapan energi bersih yang bertujuan menangkap emisi gas rumah kaca dan menyimpannya secara permanen di bawah tanah. Proyek ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengurangi emisi karbon, sejalan dengan kebijakan lainnya seperti penerapan pajak karbon.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Ariana Soemanto mengungkapkan, terdapat dua cekungan utama yang diusulkan menjadi pusat CCS di kawasan Asia Timur dan Australia, yaitu Cekungan Sunda Asri dan Cekungan Bintuni.
Indonesia dikenal memiliki cekungan sedimen terbesar di Asia Tenggara, dengan potensi penyimpanan karbon yang signifikan di 20 cekungan. Cekungan ini mencakup 573 giga ton saline aquifer dan 4,8 giga ton reservoir minyak dan gas yang telah habis, tersebar di berbagai wilayah di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Pelaksanaan proyek CCS di Indonesia dapat dilakukan melalui dua skema utama. Pertama, proyek CCS dapat dilakukan berdasarkan kontrak kerja sama migas, di mana rencana kegiatan CCS dapat diusulkan oleh kontraktor dalam Plan of Development (POD) I atau revisi POD lanjutan. Kedua, proyek CCS dapat dikembangkan sebagai usaha mandiri dengan melalui izin eksplorasi zona target injeksi dan izin operasi penyimpanan karbon.
Dalam rangka mendukung pengembangan CCS/CCUS, pemerintah saat ini tengah mengimplementasikan berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut termasuk pembentukan CCS/CCUS National Centre of Excellence bersama lembaga penelitian dan universitas, memperkuat kerja sama internasional di bidang CCS/CCUS, serta menyusun regulasi dan kebijakan pendukung lainnya.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 tahun 2023 dan Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2024 telah diterbitkan untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi pengembangan dan penerapan CCS di Indonesia.
Pendapatan dari imbal jasa penyimpanan dalam proyek CCS dikenai ketentuan perpajakan sesuai dengan kegiatan usaha hulu migas. Jika pelaksanaan CCS dilakukan berdasarkan izin operasi penyimpanan karbon, maka Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dikenakan kewajiban penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berupa royalti yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Pemegang izin operasi penyimpanan juga dikenai kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Pemerintah akan menyediakan insentif perpajakan bagi investor yang mengembangkan CCS di Indonesia guna mendorong lebih banyak investasi dalam teknologi ini.
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, Indonesia telah membentuk pusat keunggulan nasional CCS/CCUS yang bekerja sama dengan lembaga penelitian dan universitas. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kemampuan domestik dalam mengembangkan dan mengimplementasikan teknologi CCS/CCUS. Selain itu, Indonesia aktif memperkuat kerja sama internasional dalam bidang CCS/CCUS, memastikan bahwa negara ini tetap berada di garis depan dalam penerapan teknologi energi bersih.
Dengan target 15 proyek CCS/CCUS yang siap beroperasi antara 2026 hingga 2030, Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Berbagai kebijakan dan regulasi telah disiapkan untuk mendukung pengembangan teknologi ini, termasuk insentif perpajakan bagi investor. Potensi penyimpanan karbon yang besar di berbagai cekungan sedimen di Indonesia menawarkan peluang besar bagi upaya global dalam mengatasi perubahan iklim melalui teknologi CCS/CCUS.