PajakOnline.com—Pembentukan maupun pemupukan dana cadangan tidak bisa menjadi biaya yang dapat dikurangkan dalam rekonsiliasi fiskal. Pemupukan dan pembentukan dana cadangan tidak dapat menjadi pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri serta bagi bentuk usaha tetap (BUT). Hal tersebut tertera dalam pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).
Selain itu, terdapat pula pengecualian untuk pembentukan maupun pemupukan dana cadangan tertentu yang ketentuannya bisa menjadi biaya pengurang secara fiskal. Sebagai berikut:
– Cadangan piutang tak tertagih bagi usaha bank serta badan usaha lainnya yang menyaluran kredit
– Cadangan bagi usaha asuransi yang di dalamnya termasuk cadangan bantuan sosial yang dibuat oleh Badan Penjamin Sosial
– Cadangan berupa penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan
– Cadangan pada biaya reklamasi yang digunakan untuk usaha pertambangan
– Cadangan biaya penanaman kembali yang diperuntukan bagi usaha kehutanan
– Cadangan berupa biaya pemeliharaan serta penutupan tempat pembuangan limbah industri yang diperuntukan bagi usaha pengolahan limbah industri.
Sementara itu, untuk ketentuan beserta syaratnya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berikut pembahasan lengkapnya:
1. Cadangan Piutang Tak Tertagih Untuk Bank Umum dan Bank Syariah
Dalam pasal 2 dan pasal 3 Peraturan Menteri Keunagan No. 219/PMK.011/201, besarnya cadangan piutang tak tertagih bagi bank umum dan bank syariah, ketentuan yang ditetapkan yakni sebagai berikut:
– Persentase sebesar 1% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar
– Persentase sebesar 5% dari piutang yang tergolong kedalam perhatian khusus setelah dikurangi jumlah nilai agunan
– Persentase sebesar 50% dari piutang yang kualitasnya digolongkan diragukan setelah dikurangi nilai agunan
– Pesentase sebesar 100% dari piutang dengan penggolongan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Sementara itu, jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembentukan dana cadangan merupakan pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum dan bank syariah. Selanjutnya, pada pasal 11 PMK No. 219/2012 menjelaskan bahwa dalam hal wajib pajak yang secara bersamaan melakukan kegiatan sewa guna usaha dengan menggunakan hak opsi, pembiayaan konsumen, maupun anjak piutang, dengan demikian besarnya cadangan piutang tak tertagih yang boleh dibiayakan dihitung sesuai besarnya piutang untuk masing masing usaha.
2. Cadangan Bagi Usaha Auransi
Dalam PMK. 219/2012 cadangan untuk usaha asuransi dibagi menjadi tiga jenis, yakni:
– Cadangan premi tanggungan sendiri bagi perusahaan asuransi kerugian
– Cadangan klaim tanggungan sendiri bagi perusahaan asuransi kerugian
– Cadangan premi bagi perusahaan asuransi jiwa.
Sesuai dengan Pasal 12 PMK. 219/2012 Cadangan premi tanggungan sendiri bagi perusahaan asuransi kerugian persentasenya sebesar 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diperoleh atau diterima dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Sesuai dengan pasal 13 PMK. 219/2012 Cadangan klaim tanggungan sendiri bagi perusahaan asuransi kerugian persentasenya sebesar 100% yang dihitung dari jumlah klaim yang telah disepakati tetapi belum dibayar dan diklaim yang telah dilaporkan serta yang sedang dalam proses, akan tetapi tidak temasuk klaim yang belum dilaporkan yang pembutukannya pada akhir tahun pajak. Nantinya jumlah klaim yang sebenanrnya dibayarkan oleh perusahaan asuransi kerugian akan dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim tanggungan sendiri.
Jika jumlah cadangan klaim tanggungan sendiri sebagian maupun seluruhnya tidak dipakai untuk menutup kerugian, maka jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. Dengan itu pula sebaliknya, jika jumlah klaim tanggungan sendiri dipakai dengan tujuan untuk menutup kerugian akan tetapi tak mencukupi, jumlah kekurangan itu bisa dibebankan sebagai biaya.
3. Cadangan Penjaminan Bagi Lembaga Penjamin Simpanan
Berdasarkan pada pasal 15 PMK. 219 Tahun 2012, cadangan penjamin untuk lembaga penjaminan simpanan (LPS) sebesar 80% dari surplus yang diperoleh LPS dari kegiatan operasional selama akumulasi dalam satu tahun sesuai peraturan perundang-undangan terkait lembaga penjamin sosial (LPS).
4. Cadangan Biaya Reklamasi Bagi Usaha Pertambangan
Pada pasal 16 ayat (1) hingga ayat (3) PMK No. 219 tahun 2012, besarnya cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha pertambangan sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya reklamasi, yang perhitungannya berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor pertambangan energi serta sumber daya mineral.
Kemudian, setelah berakhirnya masa kontrak atau selesainya pertambangan ditemukan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya reklamasi yang secara nyata dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
5. Cadangan Biaya Penanaman Kembali Bagi Usaha Kehutanan
Berdasarkan pasal 17 ayat (1) sampai dengan ayat (3) PMK No. 219 Tahun 2012, besarnya cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan yang melakukan kegiatan usaha kehutanan sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penanaman kembali, yang perhitungannya diatur sesuai peraturan perundang-undangan di sektor kehutanan.
Dengan demikian, setelah berakhirnya masa kontrak atau selesainya pertambangan ditemukan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penanaman kembali yang sesungguhnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
6. Cadangan Biaya Pemeliharaan dan Penutupan Tempat Pembunagan Limbah Industri Bagi Usaha Penolahan Limbah Industri
Mengacu pada pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (3) PMK No. 219 Tahun 2012, besarnya cadangan biaya pemeliharaan penutupan tempat pembuangan limbah industri bagi usaha pengolahan limbah nyatanya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penutupan serta pemeliharaan pembuangan limbah, yang perhitunganya ditentukan sesuai peraturan perundang-undangan pada bidang lingkungan hidup.
Selanjutnya, setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya pemeliharaan dan penutupan tempat pembuangan limbah yang sesungguhnya dikelurakan, maka selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.(Kelly Pabelasary)