PajakOnline.com—Faisal Basri, Eknom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 12% sudah tidak masuk akal. Dia mengatakan, kenaikan itu hanya menyengsarakan rakyat, namun tidak signifikan menambah penerimaan negara.
Faisal menilai rencana kenaikan PPN menjadi 12% juga tidak adil. Di sisi lain, pemerintah masih memberikan banyak insentif fiskal kepada korporasi besar.
“Insentif diberikan kepada korporasi besar, sementara rakyat dibebani terus, ini sudah hampir pasti PPN naik menjadi 12%,” kata Faisal dalam diskusi Indef dikutip Selasa, (20/8/2024).
Faisal telah menghitung tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN. Menurut dia, tambahan pendapatan yang bisa didapat tidak lebih dari Rp100 triliun. Sementara, kata dia, pemerintah sebenarnya bisa memperoleh penerimaan yang jauh lebih besar ketika menerapkan pajak ekspor batu bara.
Dia memperkirakan penerimaan negara dari pajak ekspor batu bara bisa mencapai Rp200 triliun. Namun, entah kenapa pemerintah tidak mau melakukannya, sehingga memilih menekan rakyat kecil.
“Padahal kalau kita terapkan pajak ekspor Batubara itu bisa dapat Rp 200 triliun, lagi-lagi ini kan yang dirugikan masyarakat kecil,” kata Faisal Basri.
Berkaitan kenaikan PPN menjadi 12% tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU tersebut memberikan mandat kepada pemerintah untuk menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% pada awal 2025 mendatang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, sejumlah barang dan jasa tidak akan terkena kebijakan PPN tersebut. Di antaranya untuk sektor barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, hingga transportasi. Pengecualian itu sebagai bentuk proteksi untuk masyarakat.