PajakOnline.com—Perubahan iklim dapat menghilangkan sebesar 4% dari output ekonomi tahunan global pada tahun 2050 berdasarkan perkiraan studi baru dari 135 negara. Sebab, setiap tahunnya suhu global yang selalu naik yang disebabkan dari perubahan iklim. Hal ini menjadi ancaman bagi krisis lingkungan yang akan berdampak bagi kesehatan masyarakat.
Selain itu, mengancam produksi pangan serta frekuensi bencana alam khususnya bagi negara Indonesia yang akan mendapatkan dampak atas suhu yang tinggi dari sepanjang tahun di kepulauan ekuator.
Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) pada Profil Risiko Iklim Indonesia menjelaskan, terdapat perkiraan pada tahun 2050, yaitu sebanyak 20 persen populasi nasional akan mengalami krisis air bersih dengan kenaikan 31% pada tahun 2050. Untuk itu, Indonesia memberikan respons atau tanggapan dalam mengambil langkah penting mengimplementasikan bursa dan pajak karbon sebagai upaya mengurangi emisi karbon.
Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan atas suatu emisi karbon yang memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan hidup sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 UU HPP pada Pasal 13 ayat (1). Dalam UU HPP tersebut dijelaskan bahwa terkait dengan pengenaan pajak karbon ini harus memerhatikan peta jalan Pajak Karbon dan peta jalan Pasar Karbon, sebagai berikut :
- Strategi dalam penurunan emisi karbon.
- Suatu sasaran terhadap sektor prioritas.
- Sebuah keselarasan dalam hal pembangunan energi baru dan terbarukan.
- Sebuah keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya yang berlaku.
Pajak atas emisi karbon tentunya bukan hal yang mudah untuk direalisasikan. Pajak atas emisi karbon berbeda dengan pajak lainnya yang sebagai pendapatan negara ataupun dalam hal meratakan perekonomian. Hal ini karena pajak karbon yang memiliki peran korektif dalam hal meredam aktivitas suatu perekonomian yang dapat menimbulkan emisi karbon.
Hal tersebut diatur dalam UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) bahwa emisi karbon ini akan dikenakan pajak yang paling rendah yaitu sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida. Namun, hal ini menjadi sebuah tantangan dikarenakan tarif yang minim namun terdapat dampak yang begitu signifikan.
Oleh karena itu, pajak karbon ini akan menjadi salah satu opsi yang efektif dalam mengatasi krisis ekonomi. Sebab:
- Pendapatan atas pajak karbon yang mendukung dari ketersediaan dana yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dari energi baru terbarukan (EBT) yang kini dibutuhkan.
- Pajak karbon akan menjadi suatu insentif yang digunakan dalam mendorong industri untuk berinvestasi pada suatu teknologi yang lebih ramah lingkungan.
- Seperti halnya di Swedia, pajak dapat menjadi bukti bahwa dapat menurunkan emisi kendaraan, serta mendorong untuk masyarakat beralih dan menggunakan kendaran umum atau transportasi publik.
Maka, dengan adanya kesadaran dari pentingnya dalam mematuhi kewajiban terkait dengan pajak karbon hal tersebut merupakan upaya guna mendukung transisi untuk perekonomian berkelanjutan di lingkungan.
Tujuan pemberlakuan pajak karbon;
1. Mewujudkan sebuah komitmen dari Indonesia untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca.
2. Meningkatkan pendapatan negara terkhususnya dari sektor perpajakan yang lebih optimal.
3. Prinsip ekonomi hijau mulai diterapkan, sehingga tidak mengandalkan adanya eksploitasi sumber daya alam.
4. Mengisi gap pembiayaan atas terjadinya perubahan iklim serta sumber investasi energi yang ramah lingkungan dan terbarukan.(Kelly Pabelasary)