PajakOnline.com—Zakat merupakan bagian dari rukun Islam, artinya zakat wajib untuk setiap umat Islam yang sudah memenuhi syarat sah mengeluarkan zakat. Selain itu, zakat memiliki 2 (dua) makna.
Pertama, zakat sebagai nilai penghambaan diri kepada Allah SWT yang berarti dengan mengeluarkan zakat, menandakan bahwa umat Islam telah taat kepada Allah. Kedua, zakat sebagai nilai sosial yang berarti zakat sebagai salah satu sumber dana untuk membantu menyejahterakan masyarakat yang membutuhkan dan membantu menumbuhkan ekonomi Indonesia.
Secara umum, ada 2 (dua) jenis zakat yang wajib ditunaikan umat Islam. Sebagai berikut:
- Zakat fitrah merupakan zakat yang wajib dikeluarkan atau ditunaikan umat Islam pada waktu tertentu, yaitu di bulan Ramadhan hingga menjelang hari raya Idul Fitri. Besaran zakat yang dikeluarkan ini setara 3,5 liter atau 2,7 kilogram beras.
- Zakat maal atau zakat harta benda. Zakat ini meliputi pendapatan atau penghasilan, hasil pertanian, hasil ternak, hasil perkebunan, perdagangan, emas dan perak, atau mata uang. Perhitungan pengeluaran zakat maal ini disesuaikan dengan jenis zakat maal yang dikeluarkan.
Pengertian zakat maal yaitu harta yang dimiliki oleh orang pribadi atau badan usaha, sehingga tidak memerlukan syarat khusus dalam waktu pengeluarannya atau dapat dikeluarkan kapan saja.
Sementara itu, dukungan pemerintah untuk kegiatan pengelolaan zakat diwujudkan dalam bentuk zakat sebagai pengurang pendapatan kena pajak (tax deductible). Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) menyebutkan bahwa zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dikecualikan dari objek pajak dengan syarat zakat dan sumbangan tersebut diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat dan lembaga keagamaan yang telah disahkan oleh pemerintah.
Demikian, hal ini ditegaskan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 mengenai Pengelolaan Zakat. Menurut Pasal 22 bahwa zakat yang dibayarkan oleh pemberi zakat kepada badan/lembaga amil zakat dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Kemudian pada pasal 23 bahwa badan/lembaga amil zakat wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap pemberi zakat, lalu bukti setoran tersebut digunakan oleh pemberi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Tujuan diberlakukannya aturan tersebut agar umat Islam yang ingin mengeluarkan zakat tidak dikenakan beban ganda. Selain itu, untuk mengajak setiap umat Islam taat beragama dan memiliki kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan. Ketentuan mengenai zakat ini juga tertuang melalui PP Nomor 60 Tahun 2010.
Tak hanya itu, ketentuan zakat juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2018. Tidak hanya mengatur untuk zakat umat Islam, dalam aturan ini juga mengatur tentang lembaga lain sejenis bagi umat yang memeluk agama Buddha, Katolik, serta Kristen.
Artinya tidak hanya umat Islam saja yang zakatnya bisa menjadi pengurang pajak, tetapi juga agama selain agama Islam pun bisa mendapat fasilitas sejenis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Adapun penerapan zakat sebagai pengurang pajak telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2011 mengenai Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat.Antara lain:
- Pada Pasal 2 ayat 1 bahwa wajib pajak yang melakukan pengurangan zakat yang sifatnya wajib harus melampirkan fotokopi bukti pembayaran zakat pada saat menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).
- Pada Pasal 2 ayat 2 bahwa bukti pembayaran zakat yang dimaksud adalah berupa bukti pembayaran secara langsung, melalui transfer rekening bank, atau pembayaran lewat ATM.
Namun, dalam hal tersebut zakat tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jika zakat tersebut tidak dibayarkan oleh wajib pajak kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah; serta bukti pembayaran zakat tersebut tidak sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal pajak PER-08/PJ/2021 memuat 89 badan/lembaga amil zakat baik dari tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota untuk semua agama yang diakui di Indonesia. Badan/lembaga amil zakat tersebut seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat Laz (LAZ), dan lain sebagainya.
Sementara itu, ada beberapa hal yang menjadi kendala penerapan zakat sebagai penguarang pajak di Indonesia, di antaranya yaitu kurangnya pemahaman wajib pajak atas aturan dan syarat yang harus dipenuhi agar zakat dapat menjadi pengurang pajak, kurangnya informasi tentang badan/lembaga amil zakat yang disahkan pemerintah, sehingga banyak wajib pajak membayarkan zakatnya pada badan/lembaga yang tidak disahkan pemerintah, serta keengganan wajib pajak mencatumkan besaran zakat pada SPT PPh Tahunan karena menghindari riya.(Kelly Pabelasary)