PajakOnline | Kalangan akademisi dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta menilai pemanfaatan uang pajak di Indonesia masih belum merata dan memerlukan transparansi.
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi IISIP Jakarta Ai Heni Novianti mengatakan, pemanfaatan uang pajak masih belum dirasakan secara langsung dan merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Masyarakat di kota-kota besar mungkin bisa langsung merasakan pembangunan seperti jalan tol, bandara, dan layanan kesehatan. Tapi masyarakat di daerah, apalagi daerah terpencil, seringkali tidak mendapatkan fasilitas yang sama,” kata Ai Heni Novianti kepada PajakOnline, hari ini.
Oleh karena itu, untuk memastikan uang pajak kita benar-benar kembali ke masyarakat maka dibutuhkan transparansi, serta keterlibatan partisipasi publik dalam pengawasannya.
Ai Heni menyebutkan, rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran negara (yang berasal dari uang pajak) menjadi tantangan tersendiri.
“Pemerintah perlu menyusun kebijakan berdasarkan kebutuhan prioritas masyarakat. Transparansi harus dikedepankan, dengan data akurat dan pelibatan warga,” katanya.
Sementara itu, Dosen Psikologi untuk Kesejahteraan Sosial IISIP Jakarta, Sugeng Astanto mengatakan, penggunaan uang pajak selama ini baru bisa dinikmati sebagian masyarakat, dan lebih bersifat proyek pembangunan, bukan manfaat langsung ke individu.
“Pajak baru bisa dirasakan sebagian masyarakat melalui proyek. Belum menyentuh personal benefit yang nyata,” kata Sugeng.
Sugeng mengharapkan adanya monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara massif, dengan tindakan tegas terhadap pelanggaran dalam penyalahgunaan anggaran, seperti masih maraknya kasus korupsi.
“Harus ada tindakan tegas tanpa tebang pilih. SDM (sumber daya manusia) yang mengelola juga harus berkualitas dan sistemnya akuntabel,” kata Sugeng.
Selama ini korupsi menjadi bahaya laten dalam pengelolaan uang pajak. Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), korupsi didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum dan menguntungkan pihak tertentu, yang merugikan keuangan negara. Bentuknya bisa macam-macam seperti suap, gratifikasi, penggelapan, dan pemerasan.
Ai Heni menekankan, perlunya sistem pengelolaan pajak yang transparan, bisa diakses publik, dan dilengkapi dengan platform digital yang mudah dipahami masyarakat. Hal ini menurutnya dapat meminimalisasi peluang penyalahgunaan anggaran.
“Saya setuju Koruptor harus diberi hukuman yang benar-benar bikin jera,” kata Ai Heni.
“Kalau perlu, langsung eksekusi tanpa ditunda-tunda,” sambung Sugeng.
Dari pandangan akademisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan uang pajak di Indonesia membutuhkan perbaikan sistemik: mulai dari transparansi, pengawasan, hingga peningkatan layanan publik.
Para pembayar pajak berhak untuk melihat dan merasakan hasil kontribusi mereka dalam pembangunan negara.
Pemerintah dituntut untuk menghadirkan sistem pengelolaan pajak yang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga bersih dari korupsi, akuntabel, serta berdampak nyata bagi seluruh lapisan masyarakat — dari kota hingga pelosok desa. (Khairunisa Puspita Sari)