PajakOnline.com—Dampak buruk pandemi Covid-19 berakibat pada penerimaan pajak, seluruh sektor usaha utama sepanjang tahun 2020 mengalami kontraksi alias minus.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi penerimaan pajak pada tahun 2020 senilai Rp1.070,0 triliun atau minus 19,7%. Dengan target dalam Perpres Nomor 72/2020 sebesar Rp1.198,8 triliun, maka terjadi shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak senilai Rp128,8 triliun.
Setoran pajak dari semua sektor usaha utama tercatat negatif, termasuk sektor manufaktur yang biasanya menjadi andalan penerimaan.
“Untuk penerimaan pajak kalau kita bandingkan per sektor, semua sektor mengalami tekanan tanpa terkecuali,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers secara virtual mengenai Realisasi Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020, pada Rabu (6/1/2021).
Menkeu menyebutkan, penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan hingga akhir Desember 2020 tercatat minus 20,21%. Kontraksi itu jauh lebih dalam dibandingkan dengan penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan pada 2019 yang minus 2,29%.
Pada kuartal I/2020, penerimaan pajak dari sektor tersebut masih tumbuh 6,57%, tetapi kinerja penerimaan pada kuartal II/2020 menjadi minus 23,89%. Pada kuartal III/2020, penerimaan tercatat minus 25,91%, sedangkan kuartal IV terkontraksi makin dalam hingga minus 26,8%.
Penerimaan pajak dari sektor perdagangan hingga akhir 2020 juga minus 18,94%. Kontraksi penerimaan pajak dari sektor perdagangan telah terlihat sejak kuartal I/2020 yang minus 1,10%.
Pada kuartal II/2020, kontraksi makin dalam menjadi minus 23,97%, kuartal III/2020 minus 27,94%, dan sedikit membaik pada kuartal IV/2020 walaupun masih minus 20,18%.
Menurut Menkeu, perbaikan kinerja itu sangat tergantung dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang menyebabkan perlambatan kegiatan perekonomian.
Penerimaan pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi hingga akhir 2020 juga minus 14,31% walaupun sempat tumbuh positif 2,57% pada kuartal I/2020. Setelahnya, penerimaan pajak dari sektor ini minus hingga akhir tahun.
Pada kuartal IV/2020, kontraksinya bahkan makin dalam hingga mencapai minus 33,34%. Pada sektor konstruksi dan real estat, penerimaan pajak hingga Desember 2020 mengalami kontraksi 22,56%. Adapun penerimaan pajak dari sektor pertambangan sepanjang 2020 juga terkontraksi mencapai minus 43,22%.
Penerimaan pajak dari usaha transportasi pergudangan sepanjang 2020 juga mengalami minus. Hingga Desember 2020, kontraksi penerimaan dari sektor ini mencapai minus 15,41%. “Ada sedikit pembaikan di kuartal IV yaitu 24,33% dibandingkan kuartal III yang negatif 27,14%,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengatakan, keterbatasan ruang gerak pada masa pandemi memengaruhi pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi. Hal tersebut turut memengaruhi penerimaan negara.
Dari sisi insentif pajak, Suryo mengungkapkan, pemerintah telah menggelontorkan Rp56 triliun pada 2020. Insentif itu terdiri atas Rp3,4 triliun pajak ditanggung pemerintah (DTP) serta Rp52,7 triliun lainnya menjadi pengurang penerimaan pajak atau (revenue forgone). “Ini kira-kira gambaran kenapa tahun 2020 penerimaan pajak mengalami penurunan sekitar 19,7%,” kata Suryo.