PajakOnline.com—Pemerintah masih memperbaiki dua aturan perihal perpajakan industri hulu minyak dan gas (migas) di tengah upaya peningkatan lifting tahun ini.
Dua beleid yang tengah direvisi yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split dan PP No. 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
“Revisi PP-nya masih dalam pembahasan,” kata Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad, Selasa (11/7/2023).
Revisi dua aturan perpajakan khusus industri hulu migas tersebut menjadi prioritas pembenahan regulasi dari Kementerian ESDM untuk meningkatkan investasi di sejumlah lapangan migas saat ini.
Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal berharap revisi dua beleid itu dapat mengurangi beban perpajakan khusus yang selama ini diterima Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di Tanah Air.
Moshe mengatakan bahkan beban pajak yang ditanggung KKKS mencapai 40 persen dari keseluruhan porsi pendapatan yang diterima suatu perusahaan. “Terus terang pajaknya terlalu tinggi dibandingkan industri lain, kalau dihitung-hitung gross split cost recovery itu pajaknya bisa 40 persen, kalau bisa ada keringanan memang di situ karena negara lain biasanya tidak ada pajak khusus (migas),” kata Moshe, Selasa (11/7/2023).
Menurutnya pajak khusus yang diterapkan pada industri migas di Indonesia berkaitan dengan aktivitas pembagian dividen KKKS yang memiliki induk di luar negeri. Pungutan pajak yang masuk ke dalam kategori branch profit tax, dinilai mengoreksi pendapatan KKKS asing terbilang signifikan yang ditambah dengan badan usaha atau corporate tax biasa.
“Mau setor atau tidak setor (dividen KKKS asing) itu pajaknya tetap dari pendapatan, padahal kalau mereka tidak setor keluar negeri kan harusnya tidak dipajaki, tapi ini tetap dipajaki, itu harus direvisi banyak yang keberatan di situ,” katanya.
Ia berharap, pemerintah dapat mengembalikan aturan lama soal kepastian pendapatan KKKS kendati terdapat perubahan sejumlah rezim perpajakan di tahun berjalan. Sebab kepastian pendapatan itu dapat membuat daya saing investasi dan industri hulu migas Indonesia dapat lebih kompetitif ke depan. “Dulu itu sebelum UU Migas saat ini, kalau ada perubahan ketentuan pajak KKKS dijamin pendapatannya, porsi pendapatannya itu tidak berubah, kalau pajaknya naik, dia akan terkompensasi dari splitnya,” ucap dia.
Di sisi lain, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan investasi sektor hulu migas tahun ini dapat menyentuh USD15,54 miliar atau setara dengan Rp234,18 triliun (asumsi kurs Rp15.070 per USD). Target itu naik 26 persen dari capaian investasi sepanjang 2022 lalu yang berada di kisaran USD12,3 miliar atau setara dengan Rp185,36 triliun. (Azzahra Choirrun Nissa)