PajakOnline.com—Pengenaan PPN atau Pajak Pertambahan Nilai memiliki tujuan (destination principle) dan juga prinsip sesuai tempat asalnya atau origin principle. Di Indonesia, prinsip yang diterapkan adalah destinasi.
Prinsip destinasi (destination principle) berarti PPN yang dikenakan atau dibebankan atas barang ataupun jasa yang dikonsumsi atau digunakan dalam negeri (domestic). Sedangkan, untuk prinsip tempat asalnya (origin principle) memiliki arti sebagai PPN yang dikenakan atau dipungut atas barang ataupun jasa yang berasal dari dalam negeri.
Sesuai Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN), pungutan atau pengenaan PPN terjadi karena adanya transaksi atau kegiatan atas penyerahan serta pemanfaatan di dalam wilayah pabean dan impor dengan pengenaan tarif tugas sebesar 10%.
Namun, saat ini tarif tunggal mengalami peningkatan sebesar 11%, hal ini berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sedangkan, untuk kegiatan atau transaksi ekspor yang termasuk objek pajak akan dikenakan tarif sebesar 0%, hal ini diatur dalam UU PPN Pasal 7.
Di sisi lain, apabila suatu negara menerapkan prinsip tempat asal (origin principle), maka transaksi atau kegiatan impor bukanlah objek PPN atau dengan kata lain kegiatan tersebut dikenakan tarif 0%. Sementara itu, untuk kegiatan atau transaksi ekspor dalam prinsip ini akan dikenakan pajak yang disesuaikan dengan tarif dalam negeri atau negara tersebut.
Pada dasarnya, seluruh barang ataupun jasa yang diserahkan dalam wilayah pabean merupakan objek pajak dari pungutan PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Adapun, pengecualian dalam pemungutan PPN yang telah diatur dalam Undang-Undang yang berlaku.
Dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) Pasal 1A dijelaskan kategori atau jenis barang yang termasuk dalam penyerahan BKP (Barang Kena Pajak), di mana yang termasuk dalam BKP ialah:
Penyerahan atas Hak BKP karena Kesepakatan
Penyerahan atas hak BKP dikarenakan suatu kesepakatan atau perjanjian. Dalam hal ini, yang dimaksud dari perjanjian ialah kegiatan yang terjadi atas jual-beli, tukar-menukar, jual-beli dengan angsuran atau cicilan, hingga perjanjian atau kesepakatan yang melibatkan penyerahan atas hak barang.
Pengalihan atas BKP karena Kesepakatan
Pengalihan atas BKP dikarenakan adanya suatu perjanjian atau kesepakatan sewa beli dan atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).
Dalam hal ini, penyerahan yang terjadi atas BKP juga dapat dilakukan, karena adanya sebuah perjanjian atau kesepakatan atas sewa beli maupun sewa guna usaha (leasing). Sebagaimana yang dimaksud dengan penyerahan BKP, karena adanya perjanjian atau kesepakatan ialah penyerahan yang terjadi atas adanya perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan dengan hak opsi.
Apabila penyerahan yang terjadi atas BKP belum dilakukan dan pembayarannya atas harga jual tetap akan dilakukan secara bertahap, karena penguasaan BKP telah berpindah dari pihak penjual kepada pembeli atau dengan kata lain dari lessor ke lessee, maka penyerahan yang terjadi akan dianggap telah terjadi pada saat kesepakatan atau perjanjian telah ditandatangani. Namun, terdapat pengecualian jika pada saat perpindahan penguasaan secara nyata atas BKP, terjadi lebih dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian.
Penyerahan atas BKP Pada Pedagang Perantara
Penyerahan atas BKP terhadap pedagang perantara ataupun melalui juru lelang. Dalam hal ini, pedagang perantara diartikan sebagai orang pribadi ataupun badan yang melakukan kesepakatan ataupun perjanjian yang dilakukan dengan nama sendiri atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dan akan mendapatkan komisi atau upah atas perlakuan atau jasa tertentu, misalnya komisioner. Sementara itu, sebagaimana yang dimaksud dengan juru lelang ialah seseorang yang ditunjuk oleh pemerintah dalam melakukan pelelangan.
Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma atas BKP
Dalam hal ini, pemakaian sendiri memiliki arti sebagai pemakaian yang dilakukan atas diri sendiri atau kepentingan pribadi, pengurus, hingga pegawainya. Sementara itu, untuk pemberian cuma-cuma dapat diartikan sebagai pemberian yang dilakukan tanpa adanya pembayaran, sebagai contoh pemberian atau penyerahan barang karena adanya promosi kepada pembeli atau partner (relasi).
BKP Berupa Persediaan atau Aktiva
Dalam hal ini, berdasarkan dengan tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan. Persediaan BKP dan juga aset sebagaimana yang dimaksud dengan persediaan BKP dan aset bertujuan untuk tidak diperjualbelikan atau masih tersisa atas terjadinya pembubaran perusahaan atau dengan kata lain akan dikenakan PPN, jika syarat yang ada terpenuhi, yakni bahwa PPN akan dibayarkan pada saat perolehannya dapat dilakukan pengkreditan.
Penyerahan atas BKP dari Pusat ke Cabang
Hal ini berlaku penyerahan atas BKP dari pusat ke cabang maupun sebaliknya atau penyerahan BKP yang dilakukan antar-cabang.
Dalam hal ini, jika sebuah perusahaan telah memiliki lebih dari satu tempat yang dikenakan pajak terutang, atau dengan kata lain tempat dilakukannya penyerahan BKP kepada pihak-pihak lainnya, seperti pusat ataupun cabang perusahaan, maka berdasarkan UU PPN akan dianggap bahwa pemindahan BKP antar-cabang tersebut merupakan penyerahan atas BKP.
Adapun, yang dimaksud dengan cabang, antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan lain sebagainya.
Penyerahan atas Barang Kena Pajak Secara Konsinyasi
Penyerahan dilakukan secara konsinyasi, yang mana PPN yang telah dibayarkan pada saat BKP tersebut diserahkan atau dititipkan dapat dikreditkan dengan PK (pajak keluaran) pada masa pajak terjadinya penyerahan atau penitipan BKP tersebut yang dilakukan secara konsinyasi.
Sebaliknya, apabila BKP titipan tersebut tidak terjual atau tidak laku, maka akan diputuskan untuk dilakukan pengembalian kepada pemilik BKP tersebut yang menerima titipan tersebut (retur). Pengembalian tersebut akan dilakukan berdasarkan UU PPN Pasal 5A. Sebagai tambahan, penyerahan pada poin ini tidak akan dikenakan pajak apabila penyerahan terjadi atas pengusaha kecil.
Penyerahan atas BKP oleh Pengusaha Kena Pajak
Dalam rangka perjanjian atau kesepakatan pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP. Dalam hal ini, penyerahan BKP akan dilakukan melalui bank syariah atau dengan kata lain bank syariah akan bertindak sebagai penyedia dana bagi pihak yang membutuhkan dana (nasabah).
Pengecualian Dalam Penyerahan BKP
Dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) Pasal 1A ayat (2) dimana dalam peraturan tersebut disebutkan adanya barang yang tidak termasuk dalam kegiatan penyerahan BKP ini, diantaranya:
Penyerahan atas BKP terhadap makelar sebagaimana dimaksud dalam peraturan Undang-undang Hukum Dagang
Penyerahan BKP yang digunakan sebagai jaminan utang-piutang
Penyerahan BKP yang dilakukan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar-cabang. Namun, dalam hal PKP bersangkutan harus sudah memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang
Pengalihan atas BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, hingga pengambilalihan usaha (akuisisi) dengan syarat pihak terkait yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP.
BKP dalam bentuk aktiva. Sebagai contoh, yang mana menurut tujuan semula tidak dapat diperjualbelikan, jadi yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaannya saja, dan untuk Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.