PajakOnline.com—Akta Jual Beli (AJB) merupakan dokumen berupa bukti aktivitas jual beli serta peralihan hak atas tanah atau bangunan. Sedangkan, Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan sertifikat atau bukti kepemilikan yang paling kuat posisinya daripada jenis sertifikat lainnya. Oleh karena itu, tanah yang lengkap dengan SHM biasanya mempunyai harga lebih mahal.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, SHM yaitu hak turun-menurun, terkuat, dan terpenuh yang bisa dipunyai orang atas tanah atau bangunan. Namun, Hak milik bisa beralih dan dialihkan pada pihak lain. Dengan demikian, pemilik SHM berarti memiliki properti tersebut sepenuhnya, tanpa batas waktu, dan dapat diwariskan.
Adapun perbedaan AJB dan SHM, sebagai berikut:
– Lembaga yang mengeluarkan
AJB dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sedangkan SHM dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
– Masa berlaku
AJB memiliki masa berlaku yang didasarkan perjanjian dari kesepakatan antara dua belah pihak. Sedangkan SHM tidak memiliki batas waktu dan bisa diwariskan ke generasi berikutnya.
– Bentuk
AJB mempunyai bentuk perjanjian jual beli, sedangkan SHM berbentuk sertifikat. Dapat dilihat dari bentuknya, SHM memiliki posisi yang lebih kuat dalam kepemilikan sebuah lahan properti.
– Proses pembuatan
AJB yang dikeluarkan oleh PPATK memiliki waktu proses pembuatan lebih singkat daripada SHM yang diterbitkan oleh BPN.
Untuk memiliki kekuatan hukum yang kuat, maka disarankan pembeli memilih properti yang memiliki SHM. Kemudian, jika Anda merupakan seorang penjual, maka disarankan untuk mengurus SHM terlebih dahulu. Sebab properti yang memiliki SHM akan lebih mahal harganya.
Berikut prosedur membuat SHM:
– Lampirkan dokumen ke kelurahan, meliputi fotokopi Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon, serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun berjalan.
– Pengukuran ke lokasi. Adapun pengukuran dikerjakan sesudah berkas lengkap dan pemohon menerima tanda terima dari kelurahan. Selanjutnya, pengukuran dikerjakan oleh petugas dengan memperlihatkan batas-batas oleh pemohon atau kuasanya.
– Hasil pengukuran pada lokasi akan dipatenkan dan dicetak melalui BPN.
– Terbitlah Surat Ukur ditandatangani dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
– Sesudah Surat Ukur ditandatangani, selanjutnya akan diteruskan oleh Panitia A yang dikerjakan di Sub Seksi Pemberian Hak Tanah. Anggota Panitia A terdiri dari petugas BPN dan lurah di lokasi setempat.
– Pengumuman data yuridis di kelurahan dan BPN. Data yuridis bagi permohonan hak tanah tersebut diumumkan di kantor kelurahan dan BPN selama 60 hari. Bertujuan untuk menjamin bahwa permohonan hak tanah tidak ada keberatan dari lain pihak.
– Terbitnya SHM.
– Setelah itu lakukan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB) yang sesuai dengan luas tanah yang dimohonkan. Jumlahnya bergantung pada luas tanah dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Selain itu, BPHTB juga dapat dibayarkan ketika Surat Ukur sudah selesai.(Kelly Pabelasary)