PajakOnline.com—Dana BOS atau Bantuan Operasional Sekolah merupakan sebuah program pemerintah guna membantu meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah di Indonesia. Penyaluran bantuan yang diberikan pemerintahan berupa dana yang sesuai dengan jumlah siswa yang terdaftar di sekolah tersebut.
Dana BOS ini dimanfaatkan atas penyediaan berbagai alat penunjang kegiatan belajar mengajar, seperti penyediaan alat pengajaran, penyediaan buku perpustakaan, hingga penyediaan sarana lainnya.
Dalam sisi perpajakan terdapat perlakuan pajak yang perlu ditegaskan, aturan tersebut tercantum dalam Surat Edaran No. SE-02/PJ./2006. Di peraturan tersebut meliputi pemungutan atas PPh (Pajak Penghasilan) hingga PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Tak hanya itu, peraturan tersebut juga mengatur kebijakan mengenai pembenahan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atas NPWP sekolah yang menerima dana BOS.
Berdasarkan pasal 31 ayat 3 Undang-undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan “Di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 20% persen dari total APBN wajib dialokasikan ke dunia pendidikan”. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meningkatkan fleksibilitas penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari lembaga pendidikan tingkat Dasar hingga Menengah Atas. Selain itu, kepala sekolah diberikan otoritas dalam mengelola dana BOS tersebut.
Untuk alokasi dana BOS ini memerlukan bendahara. Bendahara BOS merupakan bendahara yang ditunjuk oleh pemerintah yang berada di lingkungan Instansi Sekolah, memiliki kewajiban memotong dan memungut pajak atas belanja pegawai, belanja barang modal dan lainnya.
Namun saat ini, kewajiban dalam perpajakan untuk BOS diambil aleh oleh Instansi Pemerintah, sehingga Nomor Pokok Wajib Pajak BOS yang sebelumnya digunakan harus dicabut dan diganti menggunakan NPWP Instansi Pemerintah.
Berikut kewajiban instansi pemerintah dalam bidang perpajakan dalam mengelola dana BOS, antara lain:
- Wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai Bendaharawan
- Bagi instansi pemerintah yang melakukan penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan/atau JKP (jasa Kena Pajak) kecuali pengusaha kecil yang wajib melaporkan usahanyanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai PMK yang mengatur mengenai batasan pengusaha kecil/
- Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Belanja Barang dan Jasa kecuali (diatas Rp.2000.000 bukan PPN) dengan tarif 10% dari total DPP. Penyetoran dapat dilakukan paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya (tidak termasuk hari sabtu, minggu dan libur nasional) . Sedangkan Batas pelaporan paling lambat tanggal 14 bulan berikut (tidak termasuk hari sabtu, minggu dan libur nasional).
- Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas belanja dengan tarif 2% dari objek PPh atau DPP PPN, apabila lawan transaksi tidak mempunyai NPWP dikenakan tarif berlipat yaitu 4 % dari opjek PPh atau DPP PPN, penyetoran paling lambat tanggal 10 dan pelaporan tanggal 20 bulan berikutnya. Dengan Kode Jenis Setoran 41124-100.
- Pemotongan Pajak Penghasilan 4 Ayat 2 dengan tari 2% dari objek PPh atau DPP PPN, setoran paling lambat tanggal 10 dan pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Kode jenis setoran 411128-100.
- Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21 atas belanja pegawai, setoran paling lambat tanggal 10 dan pelaporan tanggal 20 bulan berikutnya, dengan kode setor: PPh 21 final: 411121-402 dan kode jenis stor PPh 21 non final : 411121-100.
Sedangkan untuk pajak penghasilan 22 tidak dilakukan pemungutan pajak.
Terdapat sanksi administrasi yang dapat dikenakan bagi bendaharawan yang tidak melaksanakan kewajiban baik itu penyetoran maupun pelaporan pajak akan ditertibkan Surat tagihan Pajak, sebagai berikut:
- Jika tidak setor PPN dikenakan denda 2% x bulan terlambat x PPN terutang sedangkan jika tidak lapor dikenakan denda Rp. 500.000 per masa berjalan
- Jika tidak setor PPh 21 dikenakan denda sebesar 2 % x bulan terlambat x PPh 21 terutang. Jika telat lapor dikenakan sanksi sebesar Rp. 100.000 per masa berjalan.
- Jika tidak setor PPh 23 dikenakan denda sebesar 2% x bulan terlambat x PPh 23 terutang, sedangkan jika telat lapor dikenakan denda sebesar Rp.100.000 per masa berjalan.
- Jika tidak setor PPh 4 Ayat 2 dikenakan denda sebesar 2% x bulan terlambat x PPh terutang, jika telat lapor dikenakan denda sebesar Rp. 100.000 per masa berjalan. (Azzahra Choirrun Nissa)