PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan Pajak Penghasilan (PPh) atas perdagangan aset kripto tidak bisa dikreditkan. DJP menjelaskan, PPh yang dikenakan atas aset kripto menggunakan skema final, sehingga pajak tersebut tidak diperhitungkan kembali baik dari sisi pokok pajaknya, dasar pengenaan pajak, maupun pajak yang harus dipotong.
“Jadi sudah selesai ketika diberikan bukti pungut tinggal dilaporkan saja. Jadi selesai tidak bisa dikreditkan, tapi tetap dilaporkan,” kata Pelaksana Direktorat Peraturan Perpajakan I DJP Andhika Bibing dalam acara TaxLive DJP.
DJP menjelaskan, karena tidak bisa dikreditkan, pajak atas transaksi aset kripto tidak perlu digabungkan dalam penghasilan lainnya. Nantinya, saat lapor SPT Tahunan wajib pajak hanya melampirkan bukti potong PPh final yang didapat dari pengusaha kena pajak (PKP) atau pihak exchanger.
“Tapi tidak diperhitungkan dalam kredit pajak tidak juga digabungkan dalam penghasilan lainnya untuk dipajaki di SPT tahunan,” kata Andhika. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Peraturan tersebut berlaku mulai 1 Mei 2022 mendatang.
Sebagai informasi, PMK 68/2022 mengatur 2 ketentuan besaran tarif PPh Pasal 22 Final yang dikenakan pada penjual atau yang menyerahkan aset kripto. Pertama, sebesar 0,1% jika exchanger terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Kedua, sebesar 0,2% jika exchanger tidak terdaftar Bappebti.