PajakOnline.com—Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional. Sayangnya, banyaknya pelaku UMKM belum seiring dengan kesadarannya membayar pajak. Padahal, pajak adalah salah satu penyumbang terbesar penerimaan negara.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008, usaha dengan penghasilan di bawah Rp4,8 miliar per tahun masuk dalam kategori pelaku UMKM. Khusus pelaku UMKM dikenakan PPh Final UMKM sebesar 0,5%.
Tidak semua usaha dapat digolongkan sebagai UMKM. Ada kriteria tertentu jenis usaha itu tergolong sebagai UMKM.
Berdasarkan UU tersebut di atas, penggolongan UMKM bisa dibedakan menurut jumlah aset dan total omzet penjualan. Oleh karena itu, penggolongan UMKM sebagai berikut:
1. Usaha Mikro
Usaha mikro mempunyai karyawan kurang dari 4 orang, mempunyai aset/kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) maksimal Rp50 juta setahun, serta menghasilkan omzet penjualan maksimal Rp300 juta setahun.
2. Usaha Kecil
Usaha Kecil, mempunyai karyawan dengan jumlah 5 hingga 19 orang, mempunyai aset/kekayaan bersih antara Rp50 juta hingga Rp500 juta setahun, serta menghasilkan omzet penjualan antara Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar setahun.
3. Usaha Menengah
Dalam hal ini, yang termasuk Usaha Menengah, yaitu mempunyai karyawan dengan jumlah 20 hingga 99 orang, mempunyai aset kekayaan bersih antara Rp500 juta hingga Rp10 miliar setahun, serta menghasilkan omzet penjualan antara Rp2,5 miliar hingga Rp50 miliar setahun.
PPh UMKM merupakan jenis pajak penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan di luar pekerjaan formal dan bersifat final. Dikarenakan pengenaan pajak UMKM ini bersifat final, maka pajak penghasilan yang dibayarkan pun sudah final, tidak dapat diikutsertakan dalam perhitungan PPh terutang tahunan.
PPh Final UMKM ini dikenakan atas penghasilan atau peredaran bruto setiap bulannya dan wajib dibayarkan serta disetorkan ke kas negara setiap bulannya.
Tarif PPh Final yang dikenakan kepada pelaku UMKM adalah sebesar setengah persen atau sebesar 0,5%. Tarif tersebut mengalami penurunan dari yang sebelumnya sebesar 1%.
Perubahan tarif ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Adapun, PP Nomor 23 Tahun 2018 ini sudah aktif sejak 1 Juli 2018, menggantikan PP Nomor 46 Tahun 2013.
Tujuan dari PP Nomor 23 Tahun 2018 ini adalah sebagai hasil evaluasi PP 46 Tahun 2013 dan untuk membantu pengembangan usaha para UMKM serta menjaga arus kas mereka agar dapat digunakan sebagai tambahan modal.
Pajak UMKM adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dari peredaran bruto (omzet) usaha. Dengan demikian, yang menjadi objek pajak UMKM ini adalah penghasilan dari usaha yang diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto (omzet) tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak (setahun), termasuk omzet ditotal dari seluruh gerai, baik pusat maupun cabang tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.
Mengacu Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 23 Tahun 2018, yang dikenakan PPh Final UMKM 0,5% adalah Wajib Pajak orang pribadi. Berlaku juga bagi Wajib Pajak badan berbentuk Koperasi, CV, Firma, atau Perseroan Terbatas (PT) yang memiliki atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak (setahun). Dengan begitu, Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan, selama memperoleh penghasilan sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018 dapat menjadi subjek pajak UMKM.
Pengaturan jangka waktu pengenaan tarif PPh Final UMKM 0,5%, yaitu bagi Wajib Pajak orang pribadi selama 7 tahun; Wajib Pajak badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma selama 4 tahun; dan Wajib Pajak badan berbentuk PT selama 3 tahun.
Jangka waktu pengenaan tarif PPh Final UMKM 0,5% bagi Wajib Pajak tersebut terhitung sejak Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya PP Nomor 23 Tahun 2018; atau Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang sudah terdaftar sebelum berlakunya PP Nomor 23 Tahun 2018.
Apabila peredaran bruto (omzet) melebihi Rp 4,8 miliar pada tahun berjalan atau Wajib Pajak telah melewati jangka waktu pengenaan, maka penghasilan dari usaha yang diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak sampai dengan Tahun Pajak berikutnya dikenai ketentuan umum PPh berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a untuk Wajib Pajak orang pribadi dan Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 31E UU PPh untuk Wajib Pajak badan.
Apabila PPh Final UMKM dipotong oleh pihak ketiga sebagai pemotong pajak, maka batas pembayaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Sedangkan, apabila PPh Final UMKM disetorkan sendiri, maka batas pembayaran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
PPh Final dapat disetorkan menggunakan kode billing. Pembayaran dapat dilakukan melalui bank persepsi/pos, ATM, atau internet banking.
Sementara batas waktu pelaporan PPh Final UMKM yaitu sebagaimana pelaporan SPT Tahunan PPh baik itu Orang Pribadi maupun Badan. Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak, sedangkan SPT Tahunan PPh badan paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
Rumus untuk menghitung PPh Final UMKM adalah peredaran bruto (omzet) dikalikan dengan tarif PPh Final yaitu 0,5%. Adanya tarif pajak penghasilan untuk UMKM sebesar 0,5% tentu membawa banyak keuntungan. UMKM dapat membayar pajak dengan cara mudah dan sederhana karena dalam perhitungan PPh Final ini hanya menjumlahkan peredaran bruto (omzet), lalu dikalikan tarif PPh Final yaitu 0,5%.
Selain itu, membantu mengurangi beban pajak bagi pelaku UMKM karena sisa omzet setelah dipotong pajak bisa digunakan untuk mengembangkan usaha. Tarif pajak yang rendah ini semestinya dapat mendorong pelaku usaha mengembangkan usahanya dan tentunya pelaku UMKM semakin patuh dalam membayar pajak. Jika omzet usaha Wajib Pajak masih belum mencapai Rp 500 juta setahun, maka Wajib Pajak tidak perlu membayar PPh Final UMKM 0,5%.
Dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), menjelaskan Wajib Pajak yang memiliki omzet kurang dari Rp500 juta setahun tidak dikenakan pajak. Namun, jika Wajib Pajak memiliki omzet lebih dari Rp500 juta setahun maka wajib membayar pajak untuk UMKM dengan tarif sebesar 0,5%.