PajakOnline.com—Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) menolak keras upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah lewat revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Proses revisi Undang-Undang Pilkada yang secara spontan disepakati hanya dalam hitungan jam setelah diputuskannya putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 adalah fenomena nyata bagaimana DPR dan pemerintah mencederai sistem hukum nasional.
“Menentang keras adanya praktik pembegalan demokrasi yang secara nyata-nyata dipertontonkan secara luas beberapa hari lalu,” kata Ketua Umum Iluni FHUI Rapin Mudiardjo melalui keterangan tertulis, Kamis (22/8/2024).
Apalagi pembahasan revisi UU Pilkada oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI justru mengesampingkan isi dari putusan MK tersebut.
Padahal, seharusnya putusan MK bersifat final dan mengikat. Hal ini berdasarkan Pasal 24C Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945.
“Tindakan DPR dan Pemerintah yang mengesampingkan Putusan MK ini merupakan tindakan pembangkangan konstitusi,” kata Rapin Mudiardjo.
Iluni FHUI menilai kejadian ini sebagai preseden buruk yang merusak tatanan bernegara dan cerminan buruknya supremasi hukum di Indonesia.
Sebab, seakan-akan keberadaan putusan MK yang berkekuatan hukum tetap hanyalah secarik tulisan tanpa makna.
Menurut Iluni FHUI, pengabaian putusan MK ini akan memiliki dampak yang sangat luas di antaranya stigma negatif secara global.
“Indonesia berpotensi kehilangan reputasi baik di mata komunitas internasional, membuat negara-negara lain enggan menjalin kerja sama di berbagai bidang,” ujar Rapin.
“Termasuk di bidang ekonomi yang dibutuhkan untuk mendanai berbagai mega proyek yang dikejar oleh Pemerintah di bawah kendali Presiden Joko Widodo,” katanya.
Iluni FHUI mengajak semua pihak menjaga supremasi hukum demi kelangsungan demokrasi yang sehat dan berkeadilan.
Menurut Rapin, protes keras ini juga bentuk kepedulian sekaligus kekhawatiran Iluni FHUI atas maraknya rangkaian peristiwa yang mengoyak-ngoyak sistem hukum demi kepentingan politik kelompok tertentu.
Iluni FHUI mendesak sejumlah tuntutan penting ke pemerintah dan DPR RI. Berikut isinya:
1. Menuntut DPR dan Pemerintah selaku penyusun revisi UU Pilkada, untuk mengedepankan materi dan norma yang terdapat dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024.
2. Mendesak DPR dan Pemerintah agar tidak lagi melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada yang dilaksanakan secara sembrono demi kepentingan politik golongan tertentu jelang Pilkada 2024.
3. Mengimbau agar seluruh lapisan masyarakat untuk terus mengawal proses revisi UU Pilkada agar selaras dengan norma-norma dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dengan tetap mengedepankan prinsip ketertiban umum.
Sementara itu, Mahfud MD, Guru Besar Hukum Tata Negara, pernah menjadi Menko Polhukam, Ketua MK, anggota DPR,dan Menhan menyampaikan pernyataan terbuka melalui akun media sosial X @mohmahfudmd, hari ini Kamis (22/8/2024).
Yth.Pimpinan Parpol dan para anggota DPR.
Putusan MK adalah tafsir resmi konstitusi yang setingkat UU. Berpolitik dan bersiasat utk mendapat bagian dalam kekuasaan itu boleh dan itu memang bagian dari tujuan kita membangun negara merdeka.
Tetapi ada prinsip demokrasi dan konstitusi yang mengatur permainan politik. Adalah sangat berbahaya bagi masa depan Indonesia jika melalui demokrasi prosedural (konspirasi dgn menang-menangan jumlah kekuatan hanya dengan koalisi taktis) siapa pun merebut kue-kue kekuasaan dengan melanggar konstitusi.
Silahkan ambil dan bagi-bagi kue kekuasaan. Sesuai konstitusi Anda berhak melakukan dan mendapat itu. Tetapi tetaplah dalam koridor konstitusi agar Indonesia selamat. Berbuatlah tapi “Jangan pernah lelah mencintai Indonesia”.