PajakOnline.com—Ketua Umum Pandu Tani Indonesia (Patani) Sarjan Tahir mengatakan, penerapan Pajak Karbon bisa menjadi pilihan daripada menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada tahun depan.
Sarjan menyebutkan, Pajak Karbon signifikan berpotensi menambah penerimaan negara mencapai ratusan triliunan rupiah. Daripada memberatkan masyarakat dengan kenaikan PPN 12%.
“Lebih baik menerapkan pajak karbon untuk hidup yang lebih berkualitas karena kita turut menjaga ekosistem kelestarian alam dan lingkungan hidup,” kata Sarjan yang juga anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran kepada PajakOnline, hari ini.
Sarjan mendorong pemerintah segera menerapkan Pajak Karbon untuk menambah penerimaan negara dan penguatan konstruksi ekonomi hijau, ramah lingkungan demi masa depan generasi yang lebih baik.
Menurut Sarjan, Indonesia telah memperkenalkan implementasi pajak karbon
sebagai salah satu skema pembiayaan untuk mendorong kegiatan ekonomi rendah karbon sendiri pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) COP 26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021 lalu.
Pajak Karbon juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kita laksanakan amanat undang-undang tersebut,” kata Sarjan Tahir yang juga Dewan Pembina Tax Payer Community.
Sarjan mengatakan, banyak manfaat dari penerapan pajak karbon, di antaranya, uang pajaknya dapat dipergunakan untuk membantu pendanaan investasi produktif di sektor agraris untuk ketahanan pangan misalnya. Kemudian, mengurangi penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan, dan tentunya mendatangkan insentif bagi pemerintah.
“Penerapan pajak karbon menjadi langkah penting yang diambil oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Ini merupakan tindakan aktif yang dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim,” kata Sarjan Tahir.
Sebelumnya, sebanyak 8 BUMN telah mendukung penerapan Pajak Karbon di Indonesia. Induk BUMN Survei, PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) bersama tujuh BUMN telah menandatangani Memorandum of Understanding Dekarbonisasi di kalangan BUMN. Tujuh BUMN lain tersebut adalah Pertamina, PLN, Pupuk Indonesia, PTPN, Semen Indonesia, Perhutani, dan MIND ID. Jadi, sebanyak 8 BUMN mendukung penuh penerapan pajak karbon di Indonesia.
Pajak Karbon merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi efek Gas Rumah Kaca (GRK) secara nasional dan global.
Rencananya Pajak Karbon mulai diterapkan pada sektor energi. Pembahasan tentang pajak karbon menjadi semakin penting agar pelaksanaan dekarbonisasi di Indonesia bisa segera berjalan secara aktif.
Dekarbonisasi di kalangan BUMN akan menjadi bagian dari perusahaan, lembaga dan pihak lain yang secara bersama bertekad mencapai target nasional mengurangi efek GRK secara nasional sebesar 29 persen pada 2030 dan zero emission pada 2060.
Mewakili pemerintah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati beralasan masih merumuskan aturan turunan dari pajak karbon. Menkeu menyampaikan, pihaknya tengah melihat waktu yang tepat untuk menerapkan pajak karbon. Pemerintah ingin penerapan tersebut tetap berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
“Hal-hal seperti ini harus kita kalkulasikan sangat hati-hati terhadap policy-
policy yang menyangkut energi termasuk di dalamnya adalah pajak karbon,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Untuk diketahui penerapan pajak karbon telah ditunda sebanyak dua kali. Pajak karbon rencananya diterapkan pada April 2022, kemudian ditunda menjadi 1 Juli 2022. Beberapa hari menjelang 1 Juli, pemerintah memutuskan untuk kembali menunda penerapan pajak karbon hingga waktu yang belum ditentukan.