PajakOnline.com—Salah satu bisnis yang menjanjikan dalam pemenuhan kebutuhan hidup adalah bisnis investasi properti. Setiap transaksi dalam bisnis properti akan dikenakan pajak karena penjual yang menerima uang dari transaksi tersebut begitu pun dengan sang pembeli yang menerima barang tersebut.
Lantas, Jenis pajak apa saya yang dikenakan pada bisnis yang satu ini? Bagi Anda yang menjalankan bisnis ini, perlu memahami jenis pajaknya. Jenis-jenis pajak yang dikenakan pada bisnis properti ini mempunyai variasi yang berbeda.
Berikut merupakan jenis pajak properti yang dikenakan pada pengusaha/pebisnis properti dan pembeli properti:
1. Pajak Penghasilan (PPh) Final
Pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun berjalan dengan besarnya PPh yakni 2,5% dari nilai peralihan dan dibagi dengan nilai transaksi. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan PPh Final yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang melainkan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut sehingga Wajib Pajak dianggap telah melakukan kewajiban perpajakannya.
2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang pribadi atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya dengan besarnya nilai PBB tergantung lokasi yang dapat dilihat di SPPT PBB yang di dalamnya tercantum besarnya NJOP dan besarnya PBB yang harus dibayar.
Bukan hanya itu, namun terdapat jenis pajak lainnya yang harus ditanggung oleh pembeli properti. Berikut rinciannya:
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen dengan besarnya PPN yakni 10% dari nilai peralihan. PPN ini dibayar oleh pembeli dan dipungut oleh penjual yang terdaftar sebagai PKP yang kemudian disetorkan ke negara. PPN dikenakan pada properti utama yang dijual sehingga jual beli properti kedua atau rumah seken tidak dikenakan PPN.
2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pajak yang dikenakan pada barang yang termasuk mewah yang dilakukan oleh produsen untuk menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. PPnBM hanya berlaku untuk produk utama dan tidak berlaku untuk transaksi individu atau produk kedua dengan besarnya PPnBM yakni 20% dari nilai transaksi.
3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yakni perbuatan hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan dengan besarnya BPHTB yakni 5% dari nilai transaksi yang dikurangi terlebih dahulu dengan NJOP.
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan yang dilakukan saat pengajuan permohonan balik nama sertifikat di BPN.
5. Bea Balik Nama
Pajak yang dikenakan untuk proses balik nama sertifikat properti yang ditransaksikan dari penjual yang besarnya pajak ini sekitar 2% dari nilai transaksi.
Bagi para pebisnis khususnya dalam bidang properti, sangat dibutuhkan kesadaran hukum atas kewajiban pajak properti oleh para pengusaha properti dan juga pembelinya sehingga dapat membantu pembangunan nasional sebagai sumber pendapatan negara dan agar pembangunan lahan propertinya tidak dihentikan karena tidak membayar pajak. (Atania Salsabila)