PajakOnline.com—Komisi didefinisikan sebagai pendapatan tambahan atau upah atas terjualnya sebuah produk, bisa berupa barang atau jasa. Tak hanya itu, komisi juga diartikan sebagai penghargaan berupa penghasilan tambahan karena terlah mencapai atau melampaui penjualan yang ditargetkan.
Dalam hal ini, komisi yang dimaksud ialah imbalan kepada karyawan atas performa kerja atau saat melakukan penjualan produk. Biasanya komisi yang didapatkan atas dasar persentase gaji karyawan dan bisa juga pada laba yang dihasilkan.
Dalam transaksi jual beli, tidak melulu soal penjual dan pembeli, namun dalam transaksinya kerap kali ada perantara yang menjembatani antara penjual dan pembeli dalam terjadinya transaksi tersebut.
Perantara di sini sebagai pihak ketiga dalam suatu transaksi yang terjadi di antara penjual dan pembeli, yang memiliki peran untuk mempertemukan atau menghubungkan pihak penjual dan pembeli.
Sama halnya dengan dunia perpajakan, komisi dikaitkan dengan seorang yang berperan sebagai perantara dalam mempertemukan penjual dengan pembeli. Dengan begitu, seorang perantara tersebut akan mendapatkan upah atau penghasilan tambahan lewat komisi terhadap transaksi yang telah terjadi, di mana komisi tersebut berpengaruh dalam menambah penghasilan.
Komisi penjualan baik yang didapatkan, baik sewaktu-waktu maupun yang didapatkan secara rutin kepada wajib pajak orang pribadi dapat dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 23, atau PP Nomor 23 Tahun 2018.
Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 perihal Pajak Penghasilan (PPh) Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Peraturan tersebut seringkali menjadi dasar perhitungan pajak komisi atas penjualan. Akan tetapi, peraturan tersebut memiliki beberapa persyaratan dalam pemakaiannya sebagai dasar perhitungan, antara lain :
Komisi atau jasa perantara yang diberikan orang pribadi tidak diperbolehkan menggunakan peraturan ini. Hal ini dikarenakan jasa perantara atau komisi termasuk dalam jenis pekerjaan bebas yang dikecualikan dari pemungutan peraturan tersebut.
Peraturan dapat digunakan apabila komisi atau jasa perantara diberikan oleh wajib pajak berstatus badan. Jika syarat ini terpenuhi maka regulasi dapat digunakan.
Tidak berstatus BUT (badan usaha tetap) serta tidak menerima penghasilan dari apapun yang berhubungan dengan pekerjaan bebas dan peredaran brutonya pun tidak mencapai Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.
Dalam pajak komisi, perlu diketahui, sebagai berikut;
1. Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Komisi
Pajak Penghasilan atau disingkat PPh dalam pasal 21 kerap kali digunakan sebagai sebuah dasar perhitungan pajak komisi atas penjualan. Pajak tersebut dikenakan atas transaksi yang terjadi antara penjual dengan pembeli melalui jasa seorang perantara, yang mana jasa seorang perantara tersebut diberikan komisi atau upah sebagai penghasilan tambahan. Dalam hal ini terdapat poin-poin penting yang perlu diperhatikan,
Yang menjadi objek pemotongan pajak dalam pajak komisi atas PPh pasal 21 ialah imbalan atau upah yang diterima oleh bukan karyawan.
Pemotongan dilakukan apabila pihak yang memberikan komisi atau imbalan adalah pihak yang berstatus sebagai pemotong PPh Pasal 21.
Dikenakan tarif sebesar 5% apabila pengenaan dilakukan atas pihak yang menjadi perantara dengan status wajib pajak yang memiliki NPWP. Jika pihak perantara dengan status wajib pajak tidak mempunyai NPWP, maka tarif yang dikenakan sebesar 6%.
Pengenaan pajak tersebut harus dilaporkan ke dalam SPT Tahunan sebagai penghasilan yang telah dipotong oleh si pemberi pajak penghasilan.
Adapun, perhitungan tarif untuk PPh Pasal 21 atas komisi untuk bukan pegawai, baik berkesinambungan maupun tidak berkesinambungan, berikut rinciannya :
Atas bukan pegawai berkesinambungan:
{(50% x P.Bruto) – PTKP (sebulan)} x Tarif Pasal 17
Atas bukan pegawai berkesinambungan, namun tidak menerima PTKP:
{(50% x P.Bruto) x Tarif Pasal 17
Atas bukan pegawai tidak berkesinambungan:
{(50% x P.Bruto) x Tarif Pasal 17}
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Komisi
Pajak Penghasilan atau disingkat PPh dalam pasal 23 juga kerap kali digunakan sebagai sebuah dasar perhitungan pajak komisi atas penjualan. Pengenaan pajak pada pasal 23 ini juga dikenakan atas transaksi yang terjadi antara penjual dengan pembeli melalui jasa seorang perantara, yang mana jasa seorang perantara tersebut diberikan komisi atau upah sebagai penghasilan tambahan. Dalam hal ini terdapat poin-poin penting yang perlu diperhatikan, yakni :
Yang menjadi objek pemotongan pajak dalam pajak komisi atas PPh pasal 23 ialah imbalan atau upah yang diterima oleh wajib pajak dengan status badan.
Pemotongan dilakukan apabila pihak yang memberikan komisi atau imbalan adalah pihak yang berstatus sebagai pemotong PPh Pasal 23.
Dikenakan tarif sebesar 2% dari total penghasilan bruto apabila pengenaan dilakukan atas pihak yang menjadi perantara dengan status wajib pajak yang memiliki NPWP. Jika pihak perantara dengan status wajib pajak tidak mempunyai NPWP, maka tarif yang dikenakan sebesar 4%.
3. PP Nomor 23 Tahun 2018
Pajak komisi juga dapat dikenakan dalam peraturan berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dimana diserahkan oleh wajib pajak dengan status atau berbentuk badan. Berbeda dengan wajib pajak pribadi yang tidak menggunakan peraturan ini. Berdasarkan ketentuan pada peraturan ini, tarif yang dikenakan sebesar 0,5% dengan penghasilan bruto yang tidak melebihi Rp 4,8 Milyar dalam satu tahun pajak.
Dalam ketiga apsek yang sudah disebutkan sebelumnya, memiliki kesamaan dalam hal pengenaan pajak, yakni pada imbalan atau komisi yang didapatkan. Kendati demikian, adapun perbedaan yang terlihat cukup jelas yaitu pada pemberi imbalan atau komisi tersebut kepada pihak perantara, apakah pihak pemotong tersebut berstatus atau berbentuk sebagai pribadi atau badan.
Pemberlakukan kewajiban akan bersifat wajib dan mengikat, baik bagi wajib pajak maupun perantaranya, dalam hal ini pajak komisi menjadi pajak penghasilan (PPh).