PajakOnline.com—Salah satu jenis pajak yang perlu diperhatikan dalam transaksi jual beli tanah adalah Bea Perolehan atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB). BPHTB ini termasuk jenis pajak daerah yang ketentuannya diatur khusus dalam Undang-Undang (UU) Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).
Berdasarkan Pasal 44 ayat (2) UU HKPD, objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:
a. Pihak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha pemekaran usaha, hadiah.
b. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak ataupun di luar pelepasan hak.
Perlu diketahui bahwa terdapat 6 jenis hak atas tanah yang perolehannya menjadi objek BPHTB. Hak tersebut adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, Hak Pengelolaan.
Namun, terdapat juga beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB. Objek tersebut adalah tanah dan atau bangunan yang diperoleh:
1. Perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal balik
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Pada UU HKPD, terdapat penambahan objek yang dikecualikan, yakni perolehan tanah/bangunan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
berikut cara perhitungan BPHTB:
BPHTB Terutang = 5% x (Nilai Perolehan Objek Pajak/Nilai Jual Objek Pajak dikurangi NPOPTKP)
Sebagai informais, dalam menghitung BPHTB, dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP ini merupakan nilai transaksi. Jika nilai transaksi lebih kecil daripada Nilai jual Objek Pajak (NJOP), maka yang digunakan adalah NJOP. NJOP dapat dilihat di SPPT PBB dari tanah atau bangunan yang dijual.
Nilai NPOP tersebut akan dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Sesuai dengan UU HKPD, NPOPTKP diberikan paling sedikit Rp80 juta. NPOPTKP ini diatur pada peraturan daerah masing-masing. Namun, khusus untuk BPHTB atas hibah wasiat atau warisan, NPOPTKP yang berlaku adalah minimum Rp300 juta.
Kemudian, Subjek BPHTB ialah orang pribadi/badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam konteks jual beli, yang menanggung BPHTB adalah pembeli. BPHTB terutang pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli untuk jual beli (PPJB). (Azzahra Choirrun Nissa)